JAKARTA (SUARABARU.ID) – Pebulutangkis legendaris Indonesia, Liem Swie King, kembali muncul karena kritik pedasnya pada prestasi tunggal putra Indonesia saat ini.
Liem Swie King turut mengamini pernyataan Taufik Hidayat soal menurunnya prestasi sektor tunggal putra. Salah satu kritiknya juga diarahkan kepada Jonatan Christie.
Menurut Liem Swie King, Jonatan Christie memang belum bisa disebut sebagai pebulu tangkis level dunia meski masuk jajaran 10 besar rangking dunia.
“Menurut saya, Jonatan memang belum mencapai level dunia. Hanya kelas-kelas itu saja yang bisa dimenangkan,” kata Liem Swie King, dikutip dari DetikSport.
Pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie ketika tampil di perempat final Korea Open 2022, Jumat (8/4/2022). [PBSI]
Pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie. [PBSI]
“Kalau bertanding di kelas dunia ya memang sebelumnya bukan kelas dia. Intinya belum mencapai kelas dunia,” lanjutnya.
Tentu saja, ini adalah komentar yang sangat telak karena datang dari seorang legenda bulu tangkis Indonesia. Lalu siapa sebenarnya sosok Liem Swie King?
Suara.com menyajikan profil Liem Swie King, legenda bulu tangkis Indonesia yang mengkritik Jonatan Christie.
Profil Liem Swie King
Liem Swie King merupakan salah satu mantan pebulu tangkis yang pernah mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.
Lelaki kelahiran Kudus, Jawa Tengah, pada 28 Februari 1956 itu, memiliki rekam jejak yang sangat mengagumkan saat masih aktif.
Dia dikenal dengan pukulan jumping smash-nya hingga mendapat julukan sebagai King Smash. Awal mula perjalanannya di dunia bulu tangkis dimulai di kota kelahirannya.
Di Kudus, Liem Swie King bergabung dengan PB Djarum yang sudah melahirkan banyak tokoh bulu tangkis di Indonesia.
Awalnya, dia meraih juara junior se-Jawa Tengah pada 1972. Lalu, pada usianya yang ke-17, ia menang Pekan Olahraga Nasional. Dari sana, ia lolos ke pelatnas dan sukses juara Kejurnas edisi 1974 dan 1975.
Di level internasional, Liem Swie King sukses menjadi finalis ajang All England selama enam kali beruntun, yakni mulai periode 1976 hingga 1981 dan tiga di antaranya sukses menjadi juara, yakni pada 1978, 1979, dan 1981.
Salah satu yang paling spesial ialah pada ajang All England 1976. Pada partai final pertamanya itu, Liem menantang seniornya, Rudy Hartono.
Menariknya, duel melawan Rudy Hartono di final All England 1976 itu terjadi ketika Liem Swie King masih berusia 20 tahun.
Selain puluhan medali grand prix lainnya, Liem Swie King juga pernah mempersembahkan medali emas tunggal putra di ajang Asian Games 1978 di Bangkok.
Ia juga pernah mempersembahkan tiga medali emas Piala Thomas pada 176, 1979, dan 1984, setelah enam kali memperkuat tim Piala Thomas.
Selain berprestasi di nomor tunggal putra, Liem Swie King juga tercatat pernah bermain di nomor ganda putra.
Dia pernah meraih juara dunia bersama Kartono Hariamanto pada 1984. Setahun berikutnya, ia juara dunia, juara Indonesia Open, finalis SEA Games 198 bersama pasangan yang sama
Prestasi terakhirnya di nomor ganda putra diraih bersama Eddy Hartono saat menjuarai SEA Games 1987, Japan Open, Indonesia Open, Taiwan Open, dan Thailand Open pada 1987.
Muha