KUDUS (SUARABARU.ID) – Sejumlah bupati di kawasan eks Keresidenan Pati, mengharapkan adanya fleksibilitas penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) agar bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam mendukung pembangunan di daerah.
Keinginan sejumlah kepala daerah tersebut disampaikan saat menghadiri sosialisasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) di Pendopo Kabupaten Kudus, Jumat.
Hadir pada acara tersebut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Anggota Komisi XI DPR Musthofa, serta kepala daerah di Keresidenan Pati.
“Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan dua tahun terakhir, penggunaan DBHCHT sangat dibatasi dan tidak dapat dipergunakan untuk pembangunan. Sehingga, semakin tinggi DBHCHT di Kudus, semakin tinggi sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA). Terlebih refocusing APBD untuk penanganan COVID-19 masih terus dilakukan,” kata Bupati Kudus Hartopo.
Sebelumnya, kata dia, dengan DBHCHT Kudus bisa memperbaiki jalan maupun pembangunan infrastruktur lainnya. Sekarang tidak bisa dilakukan sementara bantuan kesejahteraan DBHCHT sudah maksimal sehingga SiLPA semakin banyak.
Untuk itu, dia berharap, Kementerian Keuangan dapat mengevaluasi kembali peraturan tersebut mengingat peruntukan DBHCHT juga untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Adanya fleksibilitas akan memacu peningkatan pembangunan di Kabupaten Kudus.
Pernyataan senada juga disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Grobogan Mohammad Sumarsono. Ia berharap ada fleksibilitas penggunaan dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau.
“Hal itu sangat kami harapkan karena sangat mendukung program pembangunan di daerah,” ujarnya.
Sementara itu, Astera Primanto Bhakti mengungkapkan permintaan daerah agar penggunaan DBHCHT lebih fleksibel akan dikaji, tentunya harus pelan-pelan karena dampaknya luar biasa.
Jika penggunaannya terlalu dibuka lebar, kata dia, semuanya bersifat block grant tentunya kembali ke zaman dulu. Hanya saja, hasil dari penggunaan anggaran menjadi tidak jelas karena nantinya anggarannya lebih mudah menjadi honor.
“Jika digunakan untuk infrastruktur jalan bisa diukur, sedangkan honor tentu sulit. Untuk menghabiskan anggaran paling cepat memang belanja pegawai,” ujarnya.
Untuk itulah, kata dia, Kementerian Keuangan menatanya menjadi lebih baik. Nantinya, juga bisa dievaluasi setelah lima tahun, jika masih banyak catatan tentunya akan dikaji kembali.
Ant-Tm