blank
Katib Aam PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, bincang-bincang dengan Wakil Rektor II Unhan, Mayjen TNI Lasmono, Warek IV Ir Tristan Sumardjono, dan Warek III Laksda TNI Dr Ir Suhirwan. Foto: dok/ist

JAKARTA (SUARABARU.ID)– Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menilai, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis dalam upaya membentuk stabilitas dan tatanan dunia ke depan.

Potensi besar ini sudah saatnya disadari dan dikelola dengan baik, agar Indonesia bisa semakin kuat di mata dunia internasional.

Hal itu seperti yang disampaikan Gus Yahya, sapaan Katib Aam PBNU itu, saat memberi kuliah umum bertema ‘Kontribusi Perjuangan Pahlawan Santri Ditinjau dari Perspektif Sosio-Cultural dan Kontekstualisasi Semangat Persatuan dan Rela Berkorban di Era Digital’, yang digelar di Universitas Pertahanan (Unhan), Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (10/11/2021).

BACA JUGA: APBD Perubahan Kudus Akhirnya Ditetapkan dengan Perkada

Menurut Gus Yahya, di tengah memanasnya hubungan antarsejumlah negara di kawasan saat ini, tatanan dunia sejatinya tengah menuju titik keseimbangan (equilibrium) baru.

”Karena letaknya yang sangat strategis dalam menjaga stabilitas, maka dunia internasional menginginkan Indonesia menjadi negara yang kuat. Bukan hanya di regional, tapi juga di kawasan Indo-Pasifik,” kata kandidat Ketua Umum PBNU itu.

Dalam kaitan itu, maka dunia internasional pun sangat berkepentingan dengan Indonesia, agar menjadi negara kuat dan stabil, serta jauh dari gejolak.

BACA JUGA: Babinsa Berprestasi Dalam Rangka Serbuan Vaksin dapat Apresiasi Dandim 0719 Jepara

Namun tatanan dunia saat ini, ujar Gus Yahya, belum bisa disebut stabil apalagi kokoh. Indikasinya, gejolak secara sporadis masih mudah terjadi di sejumlah negara. Pemicunya pun susah untuk dijelaskan. Gejolak-gejolak itu akan terus terjadi, karena tatanan dunia saat ini memang baru dibangun.

”Hingga sejumlah bangsa mulai muak dengan penjajahan dalam segala bentuknya. Mereka mulai berani berteriak, melawan ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Perlawanan itu perlahan tapi pasti muncul di sejumlah negara jajahan. Termasuk bangsa Indonesia, yang akhirnya merdeka pada 1945 lalu,” kata mantan anggota Wantimpres itu.

Bahkan para pendiri bangsa tidak hanya menginginkan Indonesia merdeka. Tetapi lebih dari itu adalah, seluruh bangsa di dunia harus merdeka dari kolonialisme dan imperialisme. Cita dan wawasan internasional soal kemerdekaan dan kedaulatan ini, jelas dia, antara lain disuarakan para ulama dan santri pada era itu.

”Berpijak keberhasilan Indonesia lepas dari cengkeraman penjajah, bangsa-bangsa lain juga melakukan perlawanan untuk merebut kedaulatannya. Peran strategis inilah yang perlu terus dikelola, untuk menuju peradaban dan tatanan dunia menjadi lebih baik,” terangnya.

Riyan