Oleh : Hadi Priyanto
Dalam agenda DPRD Jepara, Rabu 27 Oktober 2021 jam 14.00 Wib akan digelar rapat paripurna untuk membahas pengajuan Hak interpelasi yang diajukan oleh sejumlah anggota DPRD Jepara. Hak interpelasi adalah salah satu hak yang dimiliki oleh DPRD untuk mengawasi kinerja Bupati, disamping hak angket dan hak menyatakan pendapat. Hak ini dalam catatan penulis, belum pernah digunakan oleh DPRD Jepara dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Hak interpelasi ini diajukan oleh sejumlah pengusul pada tanggal 2 September 2021 kepada pimpinan DPRD Jepara. Mereka terdiri dari sejumlah anggota DPRD yang berada di empat fraksi, yaitu Nasdem, PKB, PDI Perjuangan dan Gerindra. Namun tidak semua anggota di empat fraksi ini membubuhkan tanda tangannya.
Tujuan para inisiator menggunakan salah satu haknya dalam pengawasan ini adalah untuk meminta keterangan Bupati Jepara menyusul kontroversi pencopotan Sekda Jepara Edy Sujatmiko, S.Sos, MM,MH oleh Bupati Dian Kristandi S.Sos.
Pencopotan Edy Sujatmiko dilakukan dengan menerbitkan SK Bupati Jepara No. 867/19/2021 tanggal 9 Agustus 2021 dengan sangkaan telah melakukan pelanggaran disiplin berat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
Pembebasan ini kemudian menimbulkan polemik sebab bertentangan dengan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara yang ditujukan kepada Bupati Jepara. Ada dua rekomendasi yang diterbitkan oleh KASN terkait dengan usulan Bupati Jepara untuk melakukan mutasi Edy Sujatmiko. Pertama KASN telah menerbitkan Surat Nomor: B-3847/KASN/11/2020 tanggal 30 November 2020 perihal Tanggapan Pengajuan Evaluasi terhadap Sekretaris Daerah Kabupaten Jepara yang diajukan oleh Bupati.
Sedangkan rekomendasi kedua dari KASN tertuang dalam rekomendasi Nomor: B-2212/KASN/6/2021 tanggal 24 Juni 2021. Dalam rekomendasi ini ditegaskan tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan Sekda dari jabatannya. Secara implisit hal ini juga dikandung maksud bahwa Sekda tidak dapat disetujui oleh KASN untuk dimutasi ke jabatan Staf Ahli.
Mutasi dari Sekda ke Staf Ahli dimaknai sebagai penurunan dari Eselon II a ke Eselon II b. Hal itu merupakan bentuk sanksi hukuman disiplin. Padahal Sekda Jepara dinilai kinerjanya baik.
Karena itu Badan Kepagawaian Negara (BKN) tanggal 24 Agustus 2021 menerbitkan surat kepada Bupati Jepara perihal klarifkasi permasalahan PNS An. Edy Sujatmiko S.Sos, MM, MH / Sekretaris Daerah Kabupaten Jepara. BKN memberikan batas waktu 30 hari serta masih mengakui Edy Sujatmiko sebagai Sekda Jepara.
Atas dasar surat BKN tersebut Edy Sujatmiko akhirnya dipulihkan kembali dari jabatannya oleh Bupati dengan mengeluarkan SK No. 800 / 23 / 2021 tentang Pengaktivan Kembali Dalam Jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Jepara.
Menakar Keberanian Anggota DPRD
Kini sebagaian masyarakat Jepara tengah mengamati dinamika yang terjadi di Tamansari, tempat wakil rakyat yang terhormat menjalankan aktivitas kesehariannya. Masih ada keraguan, apakah hak interpelasi yang diajukan oleh sejumlah anggota DPRD dari empat fraksi ini akan berlanjut dengan meminta keterangan bupati atau berhenti di tengah jalan.
Sebab walaupun pengajuan hak interpelasi ini berdasarkan ketentuan cukup diajukan oleh 7 orang anggota DPRD setidaknya dari dua fraksi, namun untuk dapat dinyatakan kuorum rapat paripurna harus dihadiri lebih dari ½ (satu per dua). Sedangkan jumlah anggota DPRD Jepara saat ini adalah 49 orang. Ini berarti sidang paripurna akan kuorum jika dihadiri minimal 25 orang anggota DPRD.
Sementara berdasarkan Peraturan DPRD Jepara No 1 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan DPRD No. 1 tahan 2018 tentang Tata Tertib DPRD Jepara, pada pasal 75 ayat 2 dijelaskan agar usulan dapat dilanjutkan menjadi hak interpelasi jika keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota DPRD yang hadir.
Saat ini di DPRD Jepara terdapat 49 anggota DPRD, sebab 1 kursi belum terisi menyusul meninggalnya almarhum Hadi Patemak, politisi dari Partai Nasdem. Para anggota DPRD ini berasal dari PPP sebanyak 10 orang yang terdiri dari Agus Sutisna, Ulifatul Fuaidah, Bustanul Arif, Muhammad Ibnu Hajar, Jumar, Khoirun Niam, Masykuri, Haizul Ma’arif, Saidatul Haznak dan Subangun.
Sedangkan 8 anggota DPRD dari PDI Perjuangan terdapat nama Junarso, Edy Ariyanto, Fardinal Sasono, Sutrisno, Yuni Sulistyo, Saiful Muhammad Abidin, Hesti Nugroho , dan Hengki Sandi Admojo. Untuk 6 anggota DPRD dari Partai Nasdem adalah Pratikno, Jumar, Sunarto, Padmono Wisnugroho, Nur Hidayat, Arlisfian Tegar Wijaya. Sementara dari Partai Gerindra 5 orang yaitu Purwanto, Achmad Harmoko, Arizal Wahyu Hidayat, Sri Lestari, dan Muzaidi.
Untuk PKB terdapat 6 orang anggota DPRD yaitu Kholis Fuad, Ahmad Sholikin, Miftahur Roqib, Nur Hamid, Nurudin Amin dan Muh Siroj. Untuk Golkar terdapat 4 anggota DPRD yaitu M. Soleh, Jamal Budiman, Akhmad Faozi, dan Dendie Khisma Widyanto.
Sedangkan dari Demokrat 2 orang yaitu M. Latifun dan Zumaroh. Untuk PKS 2 orang yaitu Chairul Anwar dan Arofiq. Sedangkan PAN Bambang Harsono dan Muslih. Partai Perindo Sukardi dan Shafiq Khoirul. Partai Hanura Agus Salim dan Partai Berkarya Nur Osel Kahisha Putri,
Sejumlah skenario
Menurut penulis ada sejumlah skenario yang akan terjadi dalam rapat paripurna pembahasan usulan hak interpelasi.
Pertama, tidak memenuhi kuorum sebab tidak ada ada 25 orang anggota DPRD yang hadir.
Kedua, memenuhi kuorum tetapi tidak berhasil menyetujui dilaksanakannya hak interpelasi sebab tidak mendapatkan persetujuan 1/2 ( satu per dua ) dari yang hadir.
Ketiga ; rapat paripurna menyetujui dilaksanakannya hak interpelasi dengan catatan-catatan hasil kesepakatan anggota DPRD.
Kini publik menunggu, akankan rapat paripurna yang akan digelar Rabu 27 Oktober 2021 memenuhi kourum atau tidak. Dan seandainya memenuhi kourum, akankah ada keberanian anggota DPRD untuk menggunakan hak pengawasannya yang telah diberikan oleh undang-undang atau akankah berhenti. Tentu warga harus mengerti keputusan politik yang diambil wakil-wakilnya.
Penulis adalah Wartawan SUARABARU.ID di Jepara