blank

Oleh : Ahmad Khoirul Anwar

Forum-forum diskusi yang membahas persoalan  kesenian dan kebudayaan tidak boleh luntur, sekalipun dilakukan secara berulang-ulang. Sebagaimana manusia yang tak akan  bosan dengan makanan, karena dengan demikian  manusia bisa bertahan hidup. Begitu juga dengan kebudayaan, tidak boleh putus tali diskusi dan eksistensinya, karena dengan kebudayaan, peradaban leluhur yang agung, bisa tetap lestari sampai kapanpun.

Sebagai ikhtiar bersama, seperti kegiatan Webinar yang diselenggarakan SWARA (Suara Mahasiswa Jepara) pada hari Sabtu, 2 Oktober 2021 di Pendopo Kabupaten Jepara merupakan suatu hal yang perlu diapresiasi. Bahkan mungkin perlu diadopsi juga semangatnya oleh organ-organ masyarakat yang ada.

Dua narasumber yang hadir dalam webinar tersebut,  Hadi Priyanto seorang penulis, wartawan senior, dan juga seorang pegiat  sejarah Jepara serta Ida Lestari,  Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jepara telah menyampaikan entitas kesenian dan kebudayaan secara gamblang.

Dengan sentuhan sejarah, akhirnya kita paham betapa Jepara merupakan kota tua yang tercatat sebagai daerah dengan peradaban  tinggi. Peradaban Jepara (berasal dari kata Ujung Para) diawali dari sejarah Sendhang Garba, Kekuasaan Arya Timur, Kerajaan Kalingga, Ratu Kalinyamat hingga R.A Kartini  cukup memberikan kesan bahwa Jepara dalam perjalanan dari masa ke masa menyisakan entitas kebudayaan yang mungkin belum secara luas dipahami oleh masyarakat. Bahkan masyarakat Jepara sendiri.

Contoh saja, bagaimana karakter masyarakat Jepara yang pandai dalam berdagang atau ahli dalam perniagaan cukup bisa dilatarbelakangi dengan alasan sejarah bahwa memang sejak masa Sendang Garba, Arya Timur, Ratu Shima, hingga Ratu Kalinyamat semuanya merupakan seorang ahli dalam bidang perdagangan. Masa emas kerajaan pada masa itu bahkan tidak hanya mempunyai wilayah kekuasaan yang luas, namun merupakan sebuah wilayah yang disebut sebagai poros perdagangan antar negara (Jalur Sutra Laut).

Pada masa kekuasaan Ratu Kalinyamat contohnya, Jepara tidak hanya kuat dalam bidang perniagaan yang dibuktikan dengan pelabuhan-pelabuhan besar, namun peran Ratu Kalinyamat juga diakui oleh Kerajaan Aceh yang memang pada waktu itu, Jepara pernah mengirimkan armada perang untuk membantu Aceh dalam pertempuran melawan penjajah Portugis di Malaka.

Dalam perjalanan syiar Islam, dapat diketahui bahwa  Sunan Ampel saat melakukan syiar Islam di Jawa juga singgah cukup lama di Jepara. Bahkan kemudian Sunan Bonang pernah tinggal  di Jepara cukup lama sebelum ke Demak dan kemudian peradaban Islam di Jepara dapat tumbuh dengan pesat pada masa Ratu Kalinyamat.

Peran Ratu Kalinyamat dalam syiar Islam dapat dilihat dari kemegahan Masjid Mantingan, yang memang dibangun sebagai fungsi dakwah Islam pada masa itu. Maka tak heran, jika Masjid Mantingan juga masuk dalam daftar Masjid tertua di Indonesia. Juga peran besar Ratu Kalinyamat sebagai seorang perempuan yang sangat antikolonialisme.

Keberadaan seni ukir Jepara juga dapat ditelisik melalui sumber sejarah, bahwa seni ukir sudah ada sejak masa Ratu Shima. Dimana pada masa itu media yang digunakan yakni gading gajah yang diukir menjadi kursi dan beberapa perabot istana. Kemudian pada masa R.A Kartini seni ukir Jepara mulai dikenal masyarakat luas, bahkan menembus pasar internasional.

Kemajuan itu diperoleh atas keterbukaan R.A Kartini yang ternyata tidak hanya peduli pada pengetahuan, tapi juga berhubungan dengan seni budaya dan kepekaannya melihat kondisi masyarakat disekitarnya. Karena itu ketika ia melihat hasil karya para seniman ukir Jepara yang luar biasa indah namun kehidupan mereka miskin, Kartini  kemudian memberdayakan para perajin. Beliau mendirikan bengkel ukiran dibawah bimbingan Singowiryo, diajarkan  mereka motif baru, dipromosikan dan kemudian karya mereka  mereka mulai dikenal.

Selain kesenian dan pengetahuan, peran R.A Kartini juga diakui perannya dalam syiar Islam di Jepara dan bahkan di Indonesia. Sebab karena permohonan RA Kartini, Kiai Sholeh Darat akhirnya menterjemahkan Al Qur’an dalam bahasa Jawa untuk memudahkan siapapun belajar kitab ini.

Identitas dan entitas kesenian dan kebudayaan Jepara tentu menjadi tanggung jawab kita bersama agar tetap lestari. Kesenian seperti ludruk, kentrung, batik, seni ukir, tari tradisional, permainan tradisional dan entitas kesenian lain harusnya tidak boleh punah. Juga tradisi yang tak lagi dimengerti  oleh para pewaris,  ragam bahasa Jeporonan dan cerita rakyat seperti babad desa  dan kearifan lokal lainnya.

Tentu setiap generasi diharapkan mengambil peran agar identitas dan entitas budaya ini tetap lestari. Salah satu cara yang efektif agar identitas dan entitas budaya itu tak benar-benar hilang adalah mendokumentasikan dalam bentuk tulisan. Sembari terus menghidupkannya di tengah-tengah masyarakat dalam aktivitas seni budaya.

Terima kasih.. Trus Karyo Tataning Bumi

Penulis adalah Redaktur Web literasi www.cabarus.com, tinggal di Klepu Jepara