PEKALONGAN (SUARABARU.ID) – Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi solusi yang diambil pemerintah untuk menjamin kelangsungan pendidikan selama masa pandemi covid 19.
Tetapi, di daerah-daerah yang budaya nikah dininya masih kental, justru memunculkan anggapan bahwa PJJ sama halnya dengan belajar kejar paket.
Fakta tersebut dijumpai Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen saat mampir ke SMA N 1 Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan di sela-sela acara gowes, Kamis (16/09/2021).
Kepala Sekolah SMA N 1 Petungkriyono Agus Dwi Prodo menyampaikan, siswi lulus SMP mau melanjutkan ke SMA saja sudah banyak yang dilamar. Di sekolah yang dia pimpin, sudah tiga siswa putri kelas X yang bertunangan. Persoalan ini jadi tantangan tersendiri.
“Bagi orang tua, kalau sudah ada yang menanyakan (nakokke) anaknya, wis ora usah sekolah. Jadi pikirannya orang tua (sekolah) kaya kejar paket C. Sing sekolahe ora mbendina. Sing penting dapat ijazah,” bebernya.
Tantangan ini, lanjutnya, tidak ringan. Sebab, menikah dini di Petungkriyono masih menjadi bagian dari budaya. Di samping itu, sekitar 80 persen orang tua siswa tidak berpendidikan memadai. Pihaknya pun pelan-pelan turut memberikan edukasi kepada masyarakat.
Harus Didorong
Wakil Gubernur Taj Yasin menyadari, daerah-daerah di pinggiran dan terpencil memang masih kental dengan budaya nikah dini. Maka, keberadaan sekolah diupayakan dekat dengan masyarakat, agar mudah diakses. Pembelajaran Tatap Muka pun, saat ini tengah didorong untuk dimulai, dengan catatan ketat dalam menerapkan protokol kesehatan.
“Nah ini memang perlu diperhatikan khusus. Dan mereka harus didorong,” ujarnya.
Dorongan yang diberikan pemerintah, tidak ada siswa yang putus sekolah. Apalagi jika alasannya karena menikah dini. Ada banyak efek domino yang negatif ketika anak menikah di usia belia. Sehingga, menurutnya itu berbahaya.
“Selain putus sekolah, nanti ada perempuan menikah dini. Dan itu juga berbahaya. Kita lagi kampanye untuk ‘Jo Kawin Bocah’. Kita dorong itu,” pungkasnya.
Hery Priyono