blank
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali dr. I Gede Putra Suteja. ANTARA/Ayu Khania Pranisitha

BALI (SUARABARU.ID) Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali dr. I Gede Putra Suteja mengatakan bahwa saat ini tingkat tracing COVID-19 di Bali masih rendah dan masih ada ditemukan individu-individu yang bergejala namun menolak isolasi.

“Realita yang terjadi sekarang adalah tracing rendah, satu pasien positif di-tracing 3-5 orang sedangkan WHO menyarankan 20-30 orang untuk tracing, sehingga ini memang agak berat. Tapi ada juga yang sudah bergejala tidak mau isolasi mandiri maupun terpusat,” kata dr. Suteja saat diskusi secara virtual di Denpasar, Bali, Rabu.

Ia mengatakan diketahui bahwa ada 5.600 dokter di Bali, dengan 72 rumah sakit pemerintah maupun swasta serta 120 puskesmas di Bali yang melakukan penanganan COVID-19. Pihaknya menyadari bahwa yang menjadi masalah saat ini adalah tempat isolasi terpusat yang hampir penuh dan terbatas, begitu juga ruang ICU di rumah sakit.

Dalam situasi saat ini, kata dia tempat isolasi, ruang ICU dan oksigen juga terbatas ketersediaanya. Menurut dia, jumlah alat kesehatan yang ada dengan kebutuhan memang tidak seimbang, sehingga beberapa rekan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan Satgas setempat memesan hingga ke luar daerah Bali.

“Selain persentase tracing rendah, kendala lainnya terjadi di masyarakat yang takut dibawa ke tempat isolasi karena tempatnya jauh. Jadi saya sampaikan bagaimana agar isolasi dalam ruang lingkung banjar atau desa. Kemudian mereka (masyarakat) juga dibantu kebutuhan hariannya,” katanya.

Menurut dia, dengan menyediakan tempat isolasi dalam ruang lingkup banjar atau desa bisa membantu agar tidak lagi terjadi penolakan untuk isolasi bagi individu yang bergejala. Sehingga tidak lagi terpusat di lingkup kabupaten/kota hingga lintas wilayah.

Selain itu, capaian vaksinasi per Rabu (4/8) yaitu untuk tahap I ada 3.078.858 orang dengan capaian 102,76 persen dan vaksinasi tahap II tercapai 973.329 orang dengan capaian 32,49 persen.

Dari pelaksanaan vaksinasi ini baik tahap pertama maupun kedua tidak ada ditemukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang berat, karena semua peserta vaksinasi telah melalui masa observasi setelah vaksin.

Antara

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini