WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Pemkab Wonosobo ternyata turut menjadi tergugat dalam kasus sengketa tanah antara pemerintah Desa Dieng Wetan dengan pihak PT Dieng Djaya. Kasus tersebut telah masuk dalam ranah pengadilan sejak bulan mei 2021 silam.
Ketua Komisi A DPRD Wonosobo, Suwondo Yudhistiro mengemukakan bahwa masyarakat Desa Dieng yang tergabung dalam Tim Peduli Bondo Desa bersama dengan pemerintah desa melakukan audiensi ke Komisi A mereka mempertanyakan perpanjangan HGB yang sudah dilakukan sejak tahun 1984.
“Jadi mereka mempertanyakan terbitnya sertifikat tanah HGB yang baru oleh PT Dieng Djaya, padahal tanah tersebut merupakan tanah kas desa, apalagi belum ada persetujuan dengan mereka karena tanah tukar guling penggantinya belum jelas, karena hanya 1000 meter, padahal HGB mencapai 1,2 hektar, sehingga belum bisa menerima,” ungkapnya.
Selain jajaran Komisi A, audiensi dihadiri oleh Bagian Hukum Setda, BPPKAD, Dinsos PMD, Camat Kejajar dan Pemerintah Desa Dieng Wetan.
Tim Peduli Bondo Desa juga protes dengan Pemkab Wonosobo, terkait keterlibatan Camat Kejajar, BPPKAD dan Kasi Pemerintahan Kecamatan Kejajar, karena dianggap melancarkan proses administrasi, perpanjangan HGU PT Dieng jaya.
“Jadi BPPKAD, Camat Kejajar, Kasi Pemerintahan Kejajar dituding melancarkan proses administrasi, padahal mereka hanya soal pajak dan proses pengajuan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” katanya.
Suwondo juga mengaku heran dengan pemerintah desa dan tim bondo desa, lantaran mengajukan audiensi dengan DPRD setelah proses gugatan di pengadilan berjalan. Padahal akan lebih baik jika belum masuk ranah hukum.
“Ya kami sebenarnya heran, kan sudah masuk pengadilan, tapi mereka minta audiensi, ya kami menerima, semoga ada solusi,” katanya
Kabid Pemerintahan Desa Dinsos PMD Wonosobo, Ardian Indrasaputra mengatakan bahwa pihaknya mendukung upaya pemerintah desa untuk mempertahankan asetnya, namun dalam kontek ini pihaknya juga heran karena pemerintah masuk dalam gugatan tersebut.
Aset Desa
“Yang dipersoalkan adalah tanah yang diklaim masih sebagai aset desa. Sebab tanah yang ditukar gulingkan tidak jelas, tapi sudah keluar HGB baru dari pihak PT Dieng Djaya,” katanya.
Pihak desa akhirnya menggugat PT Dieng Djaya sekaligus pemda juga menjadi posisi tergugat juga padahal. Hal ini karena masalah SPPT yang diterbitkan oleh pemkab, BPPKAD mengeluarkan SPPT lantaran sudah sesuai aturan.
“Karena syarat-syarat terpenuhi ya akan dibuatkan, itu kan bukan bukti sah kepemilikan, itu bukti sah bayar pajak saja,” tandasnya.
Sebenarnya antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa memiliki kepentingan yang sama untuk mempertahankan aset. Pihaknya berharap setelah audiensi digelar, pemerintah desa gelar musyawarah ulang.
“Soal mereka mau melakukan pencabutan gugatan atau tidak, itu hak desa. Kami tidak bisa intervensi, apalagi di ranah hukum,” katanya.
Kemungkinan pihak desa sudah terlalu kecewa, lantaran upaya mediasi yang sering dilakukan, tidak pernah mendapatkan tanggapan dari pihak PT Dieng Djaya dan BPN Wonosobo.
“Dulu pernah ada mediasi yang difasilitasi oleh Bagian Tata Pemerintahan Setda Wonosobo. Tapi kata Pak Kades, pihak PT Dieng Djaya dan juga BPN setempat tidak pernah mau hadir dalam acara tersebut,” ucapnya.
Pihaknya berharap, munculnya kasus tersebut menjadi momentum penting bagi desa agar lebih tertib administrasi terkait pencatatan dan pengelolaan aset desa. Sebab bisa jadi kasus tersebut mencuat lantara dulu kemungkinan administrasinya tidak jelas.
Muharno Zarka