blank
Plt Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Provinsi Jateng, Yulianto Prabowo, menggunting pita tanda peresmian Care Center Jo Kawin Bocah. Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Care Center Jo Kawin Bocah yang berada di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, diluncurkan Jumat (28/5/2021). Peluncuran itu sebagai tekad Pemprov Jateng untuk menekan kasus perkawinan usia anak.

Kepala DP3AP2KB Jateng, Retno Sudewi mengatakan, dengan keberadaan Care Center Jo Kawin Bocah, diharapkan berdampak pada pengurangan kasus perkawinan anak di Jateng.

”Kalau gerakan Jo Kawin Bocah banyak, ya pelan-pelan tapi pasti jumlahnya akan turun,” kata Dewi, sapaan akrabnya, usai acara peresmian Care Center Jo Kawin Bocah, di kantornya Jalan Pamularsih, Semarang.

BACA JUGA: Ukur Kemampuan Fisik Prajurit, Kodim Blora gelar Garjas Periodik

Ditambahkan dia, pihaknya telah menginisiasi Jo Kawin Bocah yang diluncurkan pada 20 November 2020 lalu, sebagai upaya bersama menekan angka perkawinan usia anak di Jateng.

Pihaknya berharap adanya dukungan dari unsur Pentahelix, yaitu pemerintah, komunitas termasuk lembaga masyarakat dan kelompok anak, media massa, akademisi, dan dunia usaha, untuk menyukseskan upaya ini, melalui perannya masing-masing.

Dewi menyatakan, gerakan itu hendaknya dilakukan secara massif, mulai dari pencegahan, penanganan, hingga publikasi. Agar Jo Kawin Bocah tersosialisasikan pada seluruh lapisan masyarakat, pihaknya telah membuat jingle, meramaikan hastag #nikahsehati, yaitu nikah sehat, terencana dan mandiri.

BACA JUGA: Raperda Pengelolaan Limbah Domestik untuk Lindungi Masyarakat

Selain itu, menyediakan buku saku Jo Kawin Bocah, yang bisa diunduh di laman resmi, atau media sosial DP3AP2KB Jateng. ”Buku saku juga akan dibuat untuk anak-anak, biar lebih mudah bentuknya seperti komik, atau karikatur,” sambungnya.

Tidak hanya itu, pihaknya juga bekerja sama dengan Unicef dengan membuat pelatihan ketrampilan hidup. Mereka juga kerja sama dengan forum anak, disabilitas dan lainnya, agar anak tahu potensinya masing-masing. Termasuk membuat aplikasi Apem Ketan, yaitu Aplikasi Pemetaan Perempuan dan Anak Rentan.

Dewi menuturkan, perubahan regulasi mengenai batas minimum usia yang diperbolehkan menikah menjadi 19 tahun bagi laki-laki dan perempuan, melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, seharusnya dapat mencegah terjadinya perkawinan anak.

BACA JUGA: Bupati Nantikan Inovasi Kepala Sekolah yang Baru Dilantik

Namun kenyataannya, kondisi perkawinan anak di Jateng pada 2020, terdapat 12.972 orang anak yang melakukan perkawinan. Kondisi itu meliputi 1.671 orang anak laki-laki, dan 11.301 orang anak perempuan. Jumlah itu meningkat bila dibandingkan dengan jumlah perkawinan anak pada 2019, yang tercatat sebanyak 2.049 orang anak.

”Hal ini di antaranya karena sejak batas minimal usia menikah dinaikkan menjadi 19 tahun, permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama meningkat drastis. Pada tahun 2021 dari Januari sampai April, sebanyak 4.472 anak telah mengajukan dispensasi kawin dengan laki-laki sejumlah 582 orang, dan perempuan sejumlah 3.890 orang,” bebernya.

Diakuinya, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin, memberi peluang terjadinya pernikahan bagi seseorang yang belum berusia 19 tahun, karena kondisi khusus atau situasi yang mendesak.

BACA JUGA: Situs Candi Gedong Songo Masih Terjaga Keasliannya

Sayangnya, hal itu sering menjadi celah terjadinya perkawinan anak, meski regulasi itu sebenarnya lebih ketat, karena mengatur jika permohonan dispensasi harus disertai rekomendasi dari tenaga profesional, seperti psikiater, dokter, psikolog, pekerja sosial profesional, P2TP2A, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) atau Komisi Perlindungan Anak.

Agar Jo Kawin Bocah dapat semakin terarah dan sinergis, imbuh Dewi, dalam implementasinya perlu adanya sebuah wadah layanan yang lebih terstruktur dan sistematis, dalam mendekatkan akses layanan pencegahan dan penanganan perkawinan anak bagi masyarakat.

”Atas dasar itu, kami berinisiatif membentuk Care Center yang bertujuan untuk merespons perkawinan anak yang banyak terjadi di Jawa Tengah. Care center yang dibentuk ini akan menyelenggarakan fungsi pengaduan, tindak lanjut pengaduan dan konsultasi, serta rujukan dengan melibatkan unsur-unsur dalam Pentahelix,” jelasnya.

BACA JUGA: Argentina Laporkan Kenaikan Tertinggi Kasus Harian COVID-19

Sementara itu, Wakil Gubernur Jateng, Taj Yasin Maemoen, melalui Plt Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Provinsi Jateng, Yulianto Prabowo, mengapresiasi adanya Care Center Jo Kawin Bocah. Diharapkan, hal itu akan mampu mencegah terjadinya perkawinan anak.

”Selain itu juga, melakukan penanganan untuk anak yang terindikasi melakukan perkawinan, permohohonan dispensasi kawin, sudah melakukan perkawinan, atau rumah tangga anak. Semoga ini nanti bisa dimanfaatkan betul oleh masyarakat. Supaya ini bisa lebih dekat dengan masyarakat di bawah, maka di kabupaten/kota sebaiknya juga mempunyai Care Center seperti ini,” tandasnya.

Riyan