blank
Dalam haul ke-121 KH Sholeh Darat di TPU Bergota Semarang, disampaikan pula tausiah dari Drs KH Ahmad Hadlor Ihsan, pengasuh Pondok Pesantren Al-Islah, Mangkang Kulon, Semarang. Foto: dok/ist

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, Dr KH Ahmad Darodji MSi mengusulkan kepada pemerintah, agar KH Sholeh Darat menjadi pahlawan Nasional.

”Dari berbagai kajian keilmuan dan jasa-jasanya dalam membangun bangsa dan negara, sudah seharusnya Kiai Sholeh Darat menjadi pahlawan Nasional seperti murid-murid beliau KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, RA Kartini dan lain-lain,” usul Kiai Darodji di tengah-tengah Haul ke-121 KH Sholeh Darat Semarang, di Pemakaman Umum Bergota, Semarang, Sabtu (22/5/2021).

Sedangkan Ketua PCNU Kota Semarang Drs KH Anasom menyatakan, Kiai Sholeh Darat sangat layak mendapatkan gelar Nasional. ”Kajian sejarah terhadap sepak terjang beliau dalam pergerakan bangsa Indonesia sangat luar biasa,” imbuhnya.

BACA JUGA: Pekerja Ajukan Gugatan, Usai Tiga Bulan Tak Terima Upah

Wali Kota Semarang yang diwakili Plt Kabag Kesra Ali Sofyan menambahkan, Pemkot sudah menyiapkan sejumlah anggaran untuk pemugaran makam wali dan ulama di Kota Semarang, termasuk makam KH Sholeh Darat. Dengan pemugaram makam, diharapkan akan memberikan kenyamanan kepada umat yang akan berziarah.

Sementara itu, dzuriyah Mbah Sholeh Darat, Agus Tiyanto yang membacakan manakib atau perjalanan hidup kakek buyutnya menyampaikan, Mbah Sholeh Darat merupakan guru KH Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama dan KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah. Kiai Sholeh juga dikenal masyarakat sebagai guru Raden Ajeng (RA) Kartini.

”Mbah Sholeh Darat lahir di Desa Kedung Jumbleng, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, pada 1235 Hijriyah (1820), dengan nama lengkap Muhammad Sholeh bin Umar al-Samarani,” ungkap dia.

BACA JUGA: Tabrakan Maut di Wonogiri, Seorang Pemotor Tewas Begini Kronologinya

Ayah Kiai Sholeh, Kiai Umar merupakan pejuang kemerdekaan dan kepercayaan Pangeran Diponegoro di pesisir utara Jateng. Masa kecil hingga remaja, KH Sholeh Darat dihabiskan dengan belajar Alquran serta ilmu agama dari ayahnya. Seperti ilmu nahwu, shorof, akidah, akhlak, hadis dan fiqih.

Setelah lepas masa remaja, KH Sholeh Darat menimba ilmu ke sejumlah ulama di Jawa maupun ulama di luar negeri. Di Makkah, KH Sholeh Darat menimba ilmu agamanya pada para ulama, antara lain Syeikh Muhammad Al-Muqri Al-Mishri Al-Makki, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasballah dan Al-Allmah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan (Mufti Madzab Syafi’iyah).

Selain itu juga, Al Allamah Ahmad An-Nahawi Al-Mishri Al-Makki dan Sayyid Muhammad Sholeh Al-Zawawi Al-Makki, Kiai Zahid, Syeikh Umar A-Syami, Syeikh Yusuf al Sunbulawi Al–Mishri serta Syeikh Jamal, yang juga seorang Mufti Madzab Hanafiyyah.

BACA JUGA: Evaluasi Penilaian, Kakanwil Kemenkumham Jateng Targetkan Seluruh Satker Raih WBK-WBBM

Meski begitu, kesederhanaan menjadi salah satu keutamaan sosok Mbah Sholeh Darat. Banyak karya fenomenal seperti Majmu’at Syari’at al-Kafiyat li al-Awam, berupa kitab yang khusus membahas persoalan fiqih. Penjelasan meliputi aspek hakikat dan ma’rifat.

Nama Darat yang dipakai KH Sholeh berawal dari kehidupannya yang tinggal di kawasan dekat Pantai Utara Semarang yakni, tempat berlabuhnya (mendarat) orang-orang dari luar Jawa.

Kini, nama Darat tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung, Nipah Darat dan Darat Tirto. Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.

BACA JUGA: Pengungkapan Kasus Narkoba Meningkat Seusai Lebaran

KH Sholeh Darat wafat di Semarang pada Jumat Wage 28 Ramadan 1321 H atau pada 18 Desember 1903 dalam usia 83 tahun, dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang.

Berkat kedalaman ilmu yang dimiliki Mbah Sholeh Darat, dia berhasil mencetak murid-muridnya menjadi tokoh, ulama, kiai, dan para pendiri pondok pesantren. Murid-muridnya di antaranya KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhamadiyah),
KH R Dahlan Tremas, seorang Ahli Falak (wafat 1329 H), KH Amir Pekalongan (wafat 1357 H) yang juga menantu Kiai Sholeh Darat.

Ada pula KH Idris (nama aslinya Slamet) Solo, KH Sya’ban bin Hasan Semarang yang menulis artikel Qabul al-‘Ataya ‘an Jawabi ma Shadara li Syaikh Abi Yahya, untuk mengoreksi salah satu bagian dari kitab Majmu’at al-Syari’ah karya Kiai Shaleh Darat.

Murid-murid lainnya adalah, KH Ahmad Abdul Hamid Kendal, KH Tahir, penerus pondok pesantren Mangkang Wetan, Semarang, KH Sahli Kauman Semarang, KH Dimyati Tremas, KH Chalil Rembang, dan KH Munawir Krapyak Yogyakarta.

Kemudian ada pula KH Dalhar Watucongol Muntilan Magelang, KH Yasin Rembang, KH Ridwan Ibnu Mujahid Semarang, KH Abdus Shamad Surakarta, KH Yasir Areng Rembang, RA Kartini Jepara, KH Abdurrahman bin Qasidil Haq Suburan Mranggen dan lain-lain.

Riyan-Sol