perfomance art
Seniman dari Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) berkolaborasi dengan Komunitas Brayat Panangkaran saat mengekspresikan kegelisahannya dalam menghadapi covid-19. Foto: Yon

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)– Pandemi covid-19 yang belum juga berakhir selama satu tahun lebih, membuat para seniman di Kabupaten Magelang gelisah dengan keadaan. Namun, di balik kegelisahan tersebut juga muncul suatu keoptimisan.

Pasrah dan optimis menghadapi pandemi covid-19 yang belum tahu kapan berakhir tersebut diwujudkan dalam suatu performance art.

Perfomance art yang dilakukan sejumlah seniman yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) dan Komunitas Brayat Panangkaran tersebut  dilakukan di depan pintu masuk objek wisata Candi Borobudur, Senin (17/5).

Seniman yang terlibat dalam performance art bertajuk “ENTAH”  tersebut yakni Umas Chusaeni ( Ketua KSBI), Sujono Keron, Sucoro ( Brayat Panangkaran), Tri Yudo Purwoko dan lainnya.

Pada aksi teaterikal tersebut Umar Chusaeni, menutup kepalanya dengan kreneng (anyaman dari bambu untuk wadah buah dan lainnya) dan tubuhnya diikaat dengan tali. Sementara , Sujono Keron menimpali gerakan dari Umar dan lainnya dengan tiupan seruling dan sesekali menabuh Saron ( salat satu alat gamelan).

Sedangkan, Sucoro dengan membawa satu bendel kliping berita tentang Borobudur berjalan pelan-pelan. Serta seniman lainnya membunyikan genta (lonceng) yang terbuat dari kayu  dan mirip klonthongan sapi.

Di akhir pementasannya, para seniman menuliskan semua uneg- uneg dan harapan tentang covid-19 dalam suatu media kanvas berukuran 120x 100 meter.

“Nantinya,  semua coretan yang  ada di kanvas tersebut akan saya selesaikan menjadi suatu lukisan. Tetapi, entah kapan akan disempurnakan. Sesuai dengan tajuk pementasan ini yakni  ENTAH, “ kata Umar.

Umar menjelaskan, pandemi Covid-19 yang sudah melanda 1,5 tahun di bumi Indonesia ini, menjadi catatan penting bagi para seniman di Borobudur. Karena, dalam catatan sejarah selama 100 tahun terakhir, baru  kali ini Borobudur sepi dari berbagai kegiatan. Termasuk, sepinya pengunjung candi peninggalan Dinasti Syailendra itu.

“Pandemi covid-19 ini juga mencatatkan sejarah sendiri bagi Candi Borobudur selama 100 tahun terakhir, yakni tiada pengunjung saat musim liburan Lebaran tiba,” kata pemilik Galery Limanjawi Art Borobudur ini.

Namun, di sisi lain ia dan bersama dengan para seniman sangat optimis, bahwa pandemic ini akan segera berlalu. Dan sebagai salah satu upaya agar “badai” wabah tersebut itu segera sirna, maka semuanya harus berdoa dan

“Karena itu, perform “Entah’ lebih mengajak kepada kita semua untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar segera menjawab doa-doa yaitu pandemi Covid-19 segera berakhir,” harapnya.

Umar juga mengajak seluruh seniman yang ada di kawasan Borobudur dan sekitarnya tetap harus kreatif . Selain itu juga memiliki keyakinan dalam berkarya yang memang sudah menjadi nafas mereka.

Hal senada diungkapkan  Sucoro, Ketua Komunitas Brayat Panangkaran. Ia mengatakan, selain seniman yang terdampak dengan adanya pandemic covid 19 yang berkepanjangan. Hal serupa menimpa para pelaku usaha yang ada di sekitar kawasan Candi Borobudur.

“Selama hampir 1,5 tahun, banyak pelaku usaha seperti pemilik warung, pemandu wisata  di sekitar Candi Borobudur juga terdampak,” kata Sucoro.

Ia berharap, bila objek wisata Candi Borobudur kembali dibuka untuk wisatawan umum, masyarakat sudah siap  menghadapi covid-19, dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Yakni, tidak hanya masyarakat pelaku usaha, melainkan juga pengunjung serta pengelolanya.

Yon