blank
Seorang petani bawang merah di Dusun Dakawu, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang sedang mengikat bawang merah yang baru dipanennya dan kemudian dijemur. Foto: Yon

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)– Para petani di lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Desa Dusun Dakawu, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang  menggiatkan kembali menanam  bawang merah. Mereka ingin mengembalikan kejayaan bawang merah  di wilayah itu.

Puluhan tahun silam, Dusun Dakawu terkenal sebagai sentra bawang merah di wilayah Kabupaten Magelang.  Riyadi, salah satu tokoh masyarakat Desa Banyusid mengatakan,  pada tahun 1980-an bawang merah menjadi tanaman andalan  para petani dari Desa Banyusidi.

Namun, lambat laun tanaman bawang merah mengalami banyak kegagalan panen, karena terserang penyakit. Petani pun meninggalkan bawang merah dan menggantikan tanaman tersebut dengan menanam sayuran seperti kol, tomat, cabai dan lainnya.

“Banyak hal yang menjadi penyebab para petani tersebut meninggalkan tanaman bawang, antara lain  saat itu pendidikan soal pertanian juga masih minim serta obat pembasmi hama juga minim tidak seperti sekarang,” kata Riyadi.

Ia menambahkan, penyakit yang menyerang tanaman bawang merah di Desa Banyusidi tersebut diduga karena pencemaran udara yang disebabkan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang masuk ke desa itu.

Menggalakkan Kembali Bawang Merah

Setelah mulai ditinggalkan oleh para petani, beberapa petani asal Dusun Dakawu, Desa Banyusidi terus mengupayakan untuk menggalakkan kembali tanaman bawang merah.

“Setelah banyak penyakit (bawang merah), mereka  pindah ke tanaman sayur seperti tomat, cabai, kubis. Baru-baru ini dari gapoktan di Dusun Dakawu  menggalakkan lagi untuk pembenihan bawang merah,” kata Riyadi yang juga  mantan Kades Banyusidi itu.

Namun, di akhir tahun 2020 lalu, sejumlah petani bawang merah di Dusun Dakawu yang tergabung dalam  Kelompok Tani Sri Rejeki, kembali menanam  komoditas itu. Mereka bertekad mengembalikan kejayaan bawang merah asal Dusun Dakawu.

Sumar, Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki, Dusun Dakawu mengatakan, sekitar 15 tahun silam  para petani setempat berhenti menanam bawang merah.

Adapun alasan  berhenti menanam bawang merah tersebut yakni untuk memutus hama  dan penyakit, kemudian lahan tanaman tersebut diganti dengan  menanam sayuran.

Sumar mengatakan, para petani di Dakawu, pada  Desember 2020 lalu  kembali menanam bawang merah di lahan seluas 5 hektare. Dan, setelah mencapai umur  75 hari, tanaman tersebut bisa  dipanen.

“Tanaman bawang merah ini terpencar-pencar karena kelompok tani sini termasuk kelompok tani komoditas bukan kelompok tani hamparan,” kata Sumar.

Menurutnya, setelah sekitar 15 tahun tidak menaman bawang merah, pada panen perdana ini hasilnya cukup memuaskan. Yakni, di lahan seluas 1 hektare bisa menghasilkan 21 ton bawang merah yang berkualitas.

Ia menambahkan, dari bibit yang ditanam  dalam satu dompol yang bagus bisa menghasilkan 7 sampai 8 siung .

Meskipun bawang merah tersebut laku dijual dengan harga Rp 14.000 per kilogram bawang merah basah, namun para petani tidak  serta merta menjualnya semua. Tetapi, mereka juga menyisakan  untuk dijadikan bibit untuk ditanam kembali.

Adapun bibit bawang merah yang ditanam oleh 29 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Sri Rejeki itu yakni bawang merah Bima Brebes. Jenis bawang tersebut dinilai sangat cocok dengan iklim di Dusun Dakawu. Selain itu, bawang merah tersebut juga banyak dicari oleh para pengepul.

Yon-wied