blank
Tiga pendeta GKJ Semarang Barat bersama melayani ibadah Rabu Abu melalui zoom meeting. Pdt Didik Yulianto, Pdt Bambang Irianto, dan Pdt Sediyoko. Foto: Tangkapan layar-Pdt Didik Y.

Oleh : Widya Regina Nainggolan

blankUMAT Kristiani Rabu(12/2/2021) menjalankan ibadah Rabu Abu. Rabu ini seluruh umat Kristen (Katolik khususnya) di seluruh dunia memasuki masa Pra-Paska Liturgi Tahun Gereja. Selain ditandai dengan penerimaan abu di dahi sebagai tanda pertobatan, Rabu Abu juga merupakan hari pertama puasa dan pantang.

Walaupun tahun ini berbeda tapi akan tetap merasakan suka cita Rabu-abu, yang dimana masyarakat masih dapat menikmati ibadah secara Online melalui Live Streaming yang di lakukan oleh setiap gereja.

Asal-Muasal Rabu-abu

Rabu Abu yang awalnya dikenal dengan nama dies cinerum (hari abu) adalah hari pertama masa Pra-Paskah, yaitu 40 hari sebelum Paskah (hari Minggu tidak dihitung) atau 44 hari (termasuk Minggu) sebelum Jumat Agung.  Pada Rabu Abu dan setiap hari jumat selama  40 hari tersebut umat Katolik berusia 18–59 tahun diwajibkan berpuasa, dengan batasan makan kenyang paling banyak satu kali, dan berpantang.

Pada Pada hari Rabu Abu, umat katolik datang ke gereja dan diberi tanda salib dari abu sebagai simbol upacara ini pada dahinya. Pada malam banyak gereja menyelenggarakan secara online atau virtual.

Simbol ini mengingatkan umat akan ritual Israel pada zaman dahulu di mana seseorang menabur abu di atas kepalanya atau di seluruh tubuhnya sebagai tanda kesedihan, penyesalan dan pertobatan (Ester 4:1, 3). Dalam Mazmur 102:10 penyesalan juga digambarkan dengan “memakan abu”: “Sebab aku makan abu seperti roti, dan mencampur minumanku dengan tangisan.”

blank
Ibadah Rabu Abu di GKJ Semarang Barat dilaksanakan secara live streaming youtube dan dan zoom meeting, Rabu malam ini. Pdt Sediyoko sedang memimpi9n doa. Foto: tangkapan layar wied

Dikutip dari laman Komisi Kateketik Konferensi Wali Gereja Indonesia (Komkat KWI), Fransiskus Emanuel da Santo, seorang Sekretaris Komkat KWI mengatakan bahwa masa pertobatan akan diisi dengan puasa, pantang, matiraga, doa, dan amal kasih. Ini akan berlangsung selama 40 hari menjelang Paskah.

Melalui puasa, pantang dan juga matiraga, harapannya umat akan belajar melepaskan diri dari keterikatan duniawi dan kecenderungan-kecenderungan atas keinginan manusiawi yang tidak teratur dan tidak sejalan dengan kehendak Tuhan. Kemudian dapat menyesuaikan diri dan menjalani hidup dengan kehendak Tuhan, sehingga dapat bersatu dengan Tuhan dan sesama.

Berdampak pada Spiritual, Fisik, dan Sosial

Puasa, pantang, dan juga matiraga diharapkan akan membawa dampak baik spiritual, fisik, maupun sosial. Dampak spiritual: umat akan semakin dekat dengan Tuhan. Paguyuban atau persekutuan hidup dalam komunitas semakin berkembang dan terbuka sebagai paguyuban iman harap dan kasih. Sehingga umat diharapkan semakin kuat secara rohani.

Dampak sosial: berpuasa diharapkan dapat membangkitkan kesadaran sosial, kepedulian, dan keprihatinan dalam kehidupan bersama. Ada kekuatan dan keteguhan untuk bersatu sehingga bisa memecahkan berbagai persoalan bersama.

Dampak fisik: pengalaman rasa lapar turut membuat umat mengambil bagian dalam penderitaan orang lain. Dampak fisik yang dirasakan berarti umat turut merasa lemah, sehingga dapat meningkatkan kepekaan, kepedulian, dan juga keprihatinan sosial.

Aturan Puasa dan Pantangan Rabu-Abu

Di tahun ini, masa Prapaskah atau puasa dan pantang akan dimulai pada Rabu Abu (17/2/2021) hingga Sabtu (3/4/2021). Aturan puasa dan pantang adalah sebagai berikut ini:

Berpantang dan berpuasa pada Rabu Abu, 17 Februari dan Jumat Suci/Jumat Agung, 2 April 2021. Sedangkan pada hari Jumat lain-lainnya dalam Masa Prapaskah hanya berpantang saja.

Semua yang sudah dewasa sampai awal tahun keenam puluh diwajibkan berpuasa. Yang disebut dewasa adalah mereka yang genap berumur delapan belas tahun. Puasa artinya: makan kenyang satu kali dalam sehari.

Yang diwajibkan untuk berpantang adalah semua yang sudah berumur 14 tahun ke atas. Pantang yang dimaksud di sini adalah setiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri. Misalnya, pantang daging, pantang garam, pantang jajan, atau pantang rokok. Selain itu, umat diajak pula untuk mewujudkan pertobatan ekologis.

Setelah menjalani masa puasa dan pantangan hari Rabu-abu 2021 untuk seluruh umat yang merayakan akan merayakan Paskah.

Widya Regina Nainggolan, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi UKSW yang sedang menjalani praktik kerja di suarabaru.id.