blank
Kegiatan bongkar muat produk Semen Gresik di Packing Plant Balikpapan, Kalimantan Timur. Foto: Humas SG

REMBANG (SUARABARU.ID)  -Semen Gresik kini sudah bisa memproduksi semen ramah lingkungan sekaligus andal dalam mendukung pembangunan proyek strategis nasional terutama pada proyek dengan kebutuhan konstruksi khusus.

Inovasi produk semen ramah lingkungan Green Maxstrength oleh PT Semen Gresik (SG) yang telah teruji digunakan untuk proyek pembangunan pelabuhan terbesar di Jawa Barat sekaligus Proyek Strategis Nasional yaitu Pelabuhan Patimban.

“Semen hasil daur ulang ini sangat cocok digunakan untuk konstruksi umum seperti jalan beton dan bangunan Gedung, konstruksi khusus dengan persyaratan ketahanan sulfat tinggi dan panas hidrasi rendah, seperti jembatan yang terpapar air laut, dermaga, power plant, bendungan, serta fasilitas pengolahan limbah,” kata SM of Technical Sales SIG, Roganda Harizona Saragih.

Dikatakan, pabrik SG telah menerapkan konsep ramah lingkungan untuk memproduksi semen Green Maxstrength dengan memanfaatkan bahan baku alternatif. Dengan konsep reduce, reuse, dan recycle SG telah menciptakan produk semen yang berbahan baku slag atau me-recycle limbah pabrikan baja sebagai subtitusi bahan baku dasar pembuatan semen yaitu batu kapur dan tanah liat.

“Bahan baku semen berupa batu kapur dan tanah liat diproses melalui tahapan penggilingan, penghalusan dan pembakaran dengan suhu berkisar 1.450 derajat Celcius. Jika kita bisa mengurangi bahan baku sebelum masuk proses pembakaran dengan suhu tersebut, maka kita pun memiliki potensi mengurangi emisi CO2. Hal ini merupakan salah satu keunggulan dari produk Maxstrength,” jelasnya.

Karena itu sebagai produk yang sangat ramah lingkungan, Semen Green Maxstregth merupakan produk yang dapat mengurangi emisi CO2 dan penggunaan energi pada proses produksi. “Berdasarkan data Australasian Slag Association (ASA) tahun 2012 yang dapat digunakan sebagai sumber rujukan industri semen hingga saat ini, proses produksi semen Maxstrength mengeluarkan lebih sedikit CO2 yaitu 120 – 160 kg CO2/ton dibandingkan Portland Cement (OPC) yang mengeluarkan 820 kg CO2/ton. Dengan Semen Portland Slag pada beton dapat mengurangi penggunaan energi (embodied energy) 370,000 – 840,000 yaitu 30-48% energi setiap 1 kubik yard beton,” papar Roganda.

Lebih lanjut Roganda mengatakan, semen Maxstrength dipilih sebagai bahan bangunan dalam proyek pembangunan Pelabuhan Patimban karena memiliki sejumlah keunggulan yakni ketahanan sulfat atau chloride tinggi, permeabilitas rendah sehingga beton lebih kedap, panas hidrasi rendah, dan pengembangan kuat tekan jangka Panjang.

Penggunaan Semen Maxstrength juga meningkatkan sustainability bangunan karena dapat menambah mutu kuat tekan dan durabilitas beton, umumnya melebihi beton yang terbuat dari Portland Cement. Struktur yang lebih kuat juga lebih tahan terhadap serangan kimia dan fisik sehingga meningkatkan umur waktu layan bangunan dan mengurangi kebutuhan perawatan dalam jangka panjang.

“Ketika kita menambahkan slag tadi kedalam semen, maka konstruksi di daerah yang terpapar sulfat atau chloride seperti di pinggir laut akan lebih kuat. Konstruksi beton yang dihasilkan juga lebih kedap dari bahan-bahan kimia yang ada di air laut itu. Selain itu beton memiliki panas hidrasi yang rendah, untuk menghindari keretakan yang sering terjadi pada konstruksi. Pengunaan produk semen ini membuat struktur bangunan memiliki ketahanan atau durabilitas menjadi lebih baik. Jadi semakin lama justru menjadi semakin kuat,” ungkapnya.

Saat ini, SG masih memprioritaskan produk Maxstrength untuk pasar domestik meski potensi ekspor cukup tinggi ke China. “Kita fokus untuk memenuhi kebutuhan domestik dahulu. Saat ini sudah kita supply untuk pembangunan Pelabuhan Patimban, dan juga ada untuk soil stabilisasi Bendungan Tukul, Pacitan, Jawa Timur,” tutupnya.

Widiyartono R.