blank
Foto dokumentasi keluarga MT Arifin di Mangkubumen Solo.(Foto:SB/Ist)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Meninggalnya budayawan, sejarawan sekaligus pengamat sosial politik di Solo, Mohammad Taufiq (MT) Arifin, masih meninggalkan duka mendalam bagi para penggiat seni budaya hingga paguyuban perkerisan di Kebumen.

Maklumlah, pak MT, demikian kami biasa menyebut, bukan sekadar budayawan dan ahi sejarah, namun juga menjadi kamus berjalan bagi komunitas seni budaya Kebumen. Bahkan hingga paguyuban tosan aji atau perkerisan dan kolektor keris sebagai suatu karya Adi Luhung empu Jawa. Pak MT dianggap sangat paham seluk beluk keris.

Hubungan erat seniman dan budayawan Kebumen dengan pak MT Arifin memang hubungan spesial. Lantaran pria lulusan S1 IKIP Yogyakarta dan S2 Pendidikan Sejarah UNS itu memang asli Kebumen. Beliau masih punya kerabat di Desa Sarwogadung, Kecamatan Mirit. Menamatkan PGAN (kini MAN2 Kebumen) di Kebumen. Bahkan meski telah menjadi pengamat dan namanya berkibar, pak MT semasa masih sehat rajin pulang kampung dan selalu menghadiri undangan yang diadakan komunitas budayawan Kebumen.

Penulis mengenang, pada sekitar tahun 1998-2000 pak MT bersedia menjadi penasihat Lembaga Kajian dan Pengembangan Masyarakat (LKPM) Swadiri, sebuah LSM yang kami inisiasi bersama sejumlah aktivis Kebumen. Antara lain Imam Satibi (kini menjadi Rektor IANU Kebumen), alm Tirto Sungkowo, aktivis ormas pemuda dan Gereja Kristen Jawa, dan Munawarudin, aktivis pemuda Muhammadiyah (kini menjadi ketua Gapensi Kebumen).

Saya menyebutnya, dengan namanya berkibar sebagai pengamat nasional di Solo, MT Arifin ibarat Tumenggung Honggowongso Jilid II. Tumenggung Honggwongso ini tokoh asal Kebumen yang mengabdi di Keraton Mataram Kartosuro, kemudian berjasa  memindahkan Keraton Kartosuro ke Desa Sala atau Surakarta. Atas jasanya itu diberi hadiah jabatan terhormat. Bahkan sampai saaat ini nama Honggowongso masih harum di Solo dan menjadi nama salah satu jalan protokol di kota budaya itu.

Saya pun beruntung beberapa kali bisa memandu pak MT dalam seminar di Kebumen. Terakhir saat peresmian Roemah Boedaya Martha Tilaar di Gombong, beberapa tahun silam. Kala itu acara dibuka mbak Woelan Tilaar (putri ibu Marta Tilaar). Sarasehan malam hari itu cukup gayeng dihadiri Kepala Dinas Pariwisata Kebumen Hery Setyanto, dan almarhum Ageng Sulistyo Handoko, pejabat Kebumen yang juga penggerak seni budaya dan para senimana budayawan.

blank
Ki Setya Budhi, budayawan Kebumen dan Ketua Tosan Aji Brajabumi bersama MT Arifin.(Foto:SB/Ist)

Bagi Ki Setyo Budhi, pimpinan paguyuban Tosan Aji “Brajabumi” Kebumen, mengaku kehilangan dan sangat berduka. Pak MT telah dianggap sebagai sesepuh atau dipanggil Bapa karena keahliannya dalam pengetahuan keris Jawa khususnya dan budaya pada umumnya.

Menurut Ki Setyo, pak MT Arifin telah banyak mencurahkan  pemikirannya bagi pengembangan kebudayaan Kebumen yang dikaji dan dikupas secara mendetail. Pak MT pun tak kenal lelah mencurahkan pemikiran untuk kemajuan Kebumen melalui seminar, sarasehan atau sekadar gendhu-gendhu rasa.

”Walau beliau tinggal di Mangkubumen Solo, tetap cinta dan bangga dengan asalnya, Kebumen,”tandas Setyo yang memiliki  padepokan seni budaya di Desa Banjurpasar, Kecamatan Buluspesantren itu.

Pengamat sosial budaya di Kebumen Teguh Hindarto malah memiliki kenangan berkesan tak terkirakan. Sebab dia baru merilis buku Bukan Kota Tanpa Masa Lalu. Di buku itu ini pak MT berkenan memberikan catatan untuk penutup.

“Berhubung prolog sudah ada dari Prof Sugeng Priyadi, maka tulisan pak MT saya letakkan sebagai catatan penutup. Sayang hingga buki ini terbit beliau belum sempat membaca lagi karena sudah kepundut seda,”kenang Teguh.

Teguh pun mendoakan almarhum MT Arifin yang dimakamkan di TPU Bonoloyo Solo beristirahat dalam keabadian dan kedamaian serta semua karya yang dihasilkan menjadi jejak yang baik dan dikenang.“Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan,”ucap Teguh.

Menurut kakak ipar MT Aifin, Mudji Wahyono, adiknya empat tahun terakhir ini harus menjalani cuci darah rutin atau haemodialisa. Namun dalam sepekan terakhir terlambat melakukan cuci darah.

”Dia tidak sedang dirawat, namun kemarin itu terlambat,”jelas Mudji. MT Arifin menghembuskan nafas terakhir pada Rabu 9 September 2020 di RS Kasih Ibu Solo, dimakamkan di TPU Bonoloyo.

Komper Wardopo