blank
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita (kanan) bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron (ke-2 kiri) dan Menteri Pertahanan Prancis Sylvie Goulard (kiri) dalam sebuah kunjungan ke pasukan Prancis di wilayah Sahel Afrika di Gao, utara Mali, Jumat (19/5/2017). Antara

BAMAKO (SUARABARU.ID) – Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita pada Selasa menyatakan mundur dan membubarkan parlemen beberapa jam setelah tentara pemberontak menahannya dengan todongan senjata, menjerumuskan sebuah negara yang telah menghadapi pemberontakan ekstremis dan protes massa ke jurang krisis yang lebih dalam.

Terlihat lelah dan mengenakan masker bedah, Presiden Keita menyatakan mundur dalam pidato singkat yang disiarkan di stasiun TV pemerintah beberapa jam setelah pasukan menahannya bersama Perdana Menteri Boubou Cisse dan sejumlah pejabat tingi lainnya.

“Jika hari ini, elemen tertentu pasukan bersenjata kami ingin (pemerintahan) ini berakhir melalui intervensi mereka, apakah saya benar-benar mempunyai pilihan?” katanya dari pangkalan militer Kati di luar Ibu Kota Bamako, tempatnya ditahan.

Tak segera diketahui pasti siapa yang memimpin pemberontakan tersebut, siapa yang memerintah selama Keita tidak ada atau apakah yang diinginkan oleh para pemberontak.

Gambar yang sebelumnya beredar di media sosial, yang katanya berada di garnisun Kati memperlihatkan Keita dan Cisse dikepung oleh tentara bersenjata. Reuters tak bisa memverifikasi keabsahan video tersebut.

Puluhan ribu pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di Bamako sejak Juni. Massa menyerukan agar Presiden Keita mundur, atas apa yang mereka anggap gagal menangani keamanan yang kian memburuk dan praktik korupsi.

Prancis dan negara besar lainnya serta Uni Afrika mengecam pemberontakan tersebut. Mereka khawatir bahwa lengsernya Presiden Keita dapat semakin mengguncang bekas koloni Prancis tersebut dan seluruh wilayah Sahel Afrika Barat.

Ant/Muha