JAKARTA (SUARABARU.ID) – Kementerian Kesehatan menyebut anggaran untuk insentif tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 mencapai Rp 1,9 triliun baik di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dan institusi kesehatan pusat.
“Dari jumlah tersebut, sampai 8 Juli sebanyak Rp 284,5 miliar telah tersalurkan kepada 94.057 tenaga kesehatan,” kata Sekretaris Badan PPSDM Kesehatan, Trisa Wahjuni Putri, dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sedangkan untuk santunan kematian, dia mengatakan dari total alokasi anggaran Rp 60 miliar kira-kira telah terserap Rp 9,6 miliar untuk 32 orang tenaga kesehatan yang gugur.
Sementara itu, Direktur Dana Transfer Khusus Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Putut Hari Satyaka, mengatakan Kemenkeu per tanggal 30 Juni telah menyalurkan insentif nakes penanganan COVID-19 sebesar Rp 58,3 miliar untuk 15.435 tenaga kesehatan di daerah.
Dia mengatakan dengan adanya peraturan baru, besaran insentif nakes penanganan COVID-19 telah tersalurkan sebanyak Rp1,3 triliun ke 542 daerah di Indonesia. Jumlah alokasi anggaran untuk kabupaten/kota atau provinsi tersebut sejalan dengan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan.
“Setelah kita salur, diverifikasi langsung oleh dinkes daerah, setelah verifikasi selesai, bisa langsung meminta ke BPKAD, jadi kita siapkan dulu uangnya Rp 1,3 triliun,” kata dia.
Adapun penyaluran insentif nakes sempat tersendat menuju sasaran karena terdapat aturan yang belum mendukung. Hal itu banyak dikeluhkan sejumlah tenaga kesehatan dan unsur terkait lainnya. Alur pencairan yang memiliki mata rantai panjang dan berbelit itu juga dikritik banyak pihak termasuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Dengan ketersendatan penyaluran insentif bagi nakes itu, membuat pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. HK.01.07/MENKES/392/2020 tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Coronavirus Disease (COVID-19).
Trisa mengatakan aturan baru itu menyederhanakan alur verifikasi insentif nakes. Sebelumnya, verifikasi dilakukan secara berjenjang mulai dari institusi tingkat paling bawah seperti Puskesmas/RS daerah, dinas kesehatan kabupaten/kota, kemudian ke dinas kesehatan provinsi, lalu ke Kementerian Kesehatan. Dokumen pengajuan itu kemudian diserahkan ke Kementerian Keuangan.
Melalui Kepmenkes yang baru, Trisa mengatakan proses verifikasi bisa dilakukan di daerah. Setelah verifikasi selesai, kemudian diajukan ke Kementerian Keuangan. Maka, cepatnya waktu pencairan bergantung pada usulan fasyankes daerah.
“Mudah-mudahan ini akan mempercepat proses dan prosedurnya. Kemenkeu sudah melakukan upaya strategis untuk mendistribusikan anggarannya, tidak jauh-jauh dari penerimanya. Memang untuk sampai ke daerah, harus melalui proses yang sudah kita tetapkan ini,” kata dia.
Ant/Muha