blank
Lampu-lampu didesain dengan ukiran minimalis namun tetap bernilai estetis, insert kanan salah satu karya berbentuk sosok seorang perempuan. Foto : hana Eswe.

GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Sehari-harinya, Mas’ud berjualan mi ayam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, sejak pandemi Covid-19, penghasilannya menurun. Bahkan, pernah tidak ada pembeli yang mampir lagi ke warungnya seiring dengan anjuran social distancing.

“Kemudian, saya melakukan sesuatu yang sebenarnya bagi orang lain aneh, tapi buat saya ini sebuah kreativitas. Saya membuat lampu Covida ini,” jelas Mas’ud, Minggu (21/6/2020).

blank
Mas’ud, pria pekerja keras yang tak pernah berhenti berjuang meski punya kekurangan fisik. Foto : dok.

Pria yang tinggal di Tegowanu ini menjelaskan detail awal mula ia mempunyai ide untuk membuat kerajinan ini. Yaitu muncul saat ia tiduran.

“Sambil tiduran saya berpikir, kapan wabah ini berakhir sebab menggantungkan hidup dari jualan mie ayam pada kondisi pandemi ini berkurang drastis dan malah hampir merugi. Namun, saya bertahan. Sampai tiba-tiba saya menemukan sebuah pralon dan akhirnya saya mencoba bikin lampu tidur,” jelas Mas’ud.

Pipa-pipa pvc (pralon)  tersebut kemudian ia ubah menjadi alat yang bernilai seni. Meski dibuat dengan alat yang sederhana, hasilnya sangat rapi. Ia kemudian meminta tanggapan dari orang-orang sekitarnya, mereka menilai bagus.

“Akhirnya dengan komentar itu, saya membuat lagi dan lagi. Setelah jadi beberapa buah lampu tidur, lalu saya pajang di kios saya di daerah Kecamatan Gubug. Ternyata laku. Bahkan, lebaran kemarin habis terjual,” ujar Mas’ud yang menyandang disabilitas sejak umur tiga tahun ini.

Lampu tidur yang dibuat Mas’ud ini bernilai artistik. Desainnya dibuat dengan ukir-ukiran yang apik. Namun, ia mengaku pembuatannya rumit.

“Satu hari bisa buat dua lampu. Dan lampu ini saya namakan lampu covida. Lampu ini sudah lama ada sebenarnya, cuma belum terlalu dikenal masyarakat. Jadi, saya mencoba untuk membuat dan saya kenalkan di masyarakat dan tenyata pelanggan mi ayam di tempat saya dan setelah melihat ada yang tertarik,” terang Mas’ud.

Satu lampu dijual dengan harga Rp 80 ribu. Saat ditemui di rumahnya, Mas’ud mengaku semua lampu sudah habis terjual. Namun, ia bersiap hendak membuat lampu-lampu tidur buatannya itu.

“Saat ini terbatas. Baru saya jual di kios saya sendiri. Belum berani keluar karena takutnya tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar,” tambahnya.

blank
Mas’ud juga aktif mendampingi orang-orang berkebutuhan khusus di wilayah Kabupaten Grobogan. Foto : Hana eswe.

Beri Apresiasi

Terpisah, Koordinator Disabilitas Kabupaten Grobogan, Sunar, memberi apresiasi terhadap rekannya tersebut. Menurut dia, apa yang dilakukan Mas’ud ini adalah wujud keberaniannya untuk berkreasi sekaligus menghasilkan uang di tengah pandemi.

“Apa yang dia lakukan ini bagus dan saya bangga. Meskipun, ia mempunyai kekurangan tapi bisa menciptakan karya yang mungkin belum tentu orang lain bisa membuat.”

“Dengan demikian seorang disabilitas kalau bisa mempunyai karya. Syukur-syukur bisa ada nilai jualnya. Pasti bisa untuk berproses menjadi disabilitas yang mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,” tutupnya.

Hana Eswe.