blank

DJO Koplak pernah mimpi jadi polisi. Sayangnya, dia tercebur ke dunia jurnalistik jadi wartawan. Tetapi mimpi itu masih terbayang, maka cara berpakaian polisilah yang ditirunya. Model dan warna baju dibuat mirip yang dipakai polisi, khususnya yang tidak mengenakan seragam dinas. Dia mirip intel polisi.

Ternyata ini merepotkan. Ketika hendak membuat tulisan tentang kesemrawutan PKL di Alun-alun kota, pedagang justru ketakutan. Dikiranya dia polisi berpakaian preman. Juga para pejabat pun risih bila didatangi, karena dikira mau menginterogasi atau apalah namanya.

Dalam kejadian di depan para PKL, Djo Koplak curiga. Kenapa pedagang itu ketakutan melihatnya. Ternyata pedagang itu khawatir dimintai uang.  “Asem, aku meh wawancara malah diarani arep njaluk dhuwit (Sial, saya mau wawancara malah dikira akan meminta uang,” tutur Djo Koplak.

Dalam sebuah aksi demo ratusan massa di DPRD, Djo Koplak yang “berseragam intel” itu mencoba menelusup ke tengah kerumunan massa. Para pengunjuk rasa jelas tidak tahu, karena Djo tidak mengeluarkan kamera digitalnya dan ditenteng di tangan. Dia tetap mengantonginya di di saku celana.

Massa yang sudah cukup gerah karena tuntutannya tidak dipenuhi, menjadi curiga jika didatangi oleh seseorang. Apalagi jika yang datang itu aparat dari Kodim, Polres atau Kejaksaan yang memakai pakaian preman ala intel. Jadilah, Djo Koplak tidak bisa mengungkap apa di balik berita dari aksi demontrasi itu. Tugas dari redaktur untuk membuat laporan indepth news akhirnya gagal total.

Lain waktu, Djo kembali berpakaian “intel”-nya. Namun, kali ini rupanya agak beruntung. Ketika mencoba menghabiskan malam minggu dengan nongkrong di sebuah diskotek, ternyata ia dihampiri oleh seseorang. Usut punya usut, orang itu adalah petugas keamanan diskotek. Dengan gaya sok akrab dan mirip petugas yang tengah menyelidik, Djo Koplak mencoba menanyakan ini itu.

Sang petugas keamanan diskotek rupanya mengira bahwa Djo Koplak intel baru yang tengah menyelidik diskoteknya. Tanpa disangka dan diduga, petugas keamanan menjabat tangan Djo Koplak sambil berucap, “Mas, sekedar buat beli rokok. Di sini aman, pokoknya 86.”

Djo kebingungan atas perlakuan yang diterimanya. Belum sempat meneliti hasil “salam tempel” itu, petugas diskotek sudah keburu masuk ke ruangan. Djo Koplak pun bercerita kembali kepada teman-temannya.

Wah.. jebule nganggo klambi kaya ngene, gampang nggo golek dhuwit (Wah ternyata pakai pakaian seperti ini, mudah untuk mencari uang),” tutur Djo Koplak sambil memamerkan lagi baju “intel”-nya yang hanya satu stel.

Widiyartono R.