SEMARANG (SUARABARU.ID)– Dr Indra Kertati, MSi, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Untag Semarang mengatakan, pandemi covid-19 memberi dampak pada kondisi keluarga. Dampak sosial dan ekonomi semakin dirasakan terutama perempuan dan anak.
“Sekalipun tidak melakukan kekerasan fisik, para suami yang harus di rumah berminggu–minggu membuat suasana tertekan, akibatnya perasaan gampang terbakar, mudah marah, gampang tersinggung. Sasarannya istri dan anak- anak. Ketidaknyamanan itu menimbulkan konflik,” katanya dalam webminar, seminar nasional online tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Masa Pandemi Covid -19 Jumat (15/5).
Dikatakan, anak yang lama terkungkung di rumah merasa tertekan, karena larangan berisik, terlalu lama dengan tablet atau hp. Kondisi seperti itu sangat tidak sesuai dengan ketahanan dan kesejahteraan keluarga seperti yang dimaksud dalam UU No 52 Th 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Hal tersebut didefinisikan sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan, serta mengandung kemampuan fisik materil guna hidup mandiri, mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejateraan, kebahagiaan lahir dan batin.
“Ketahanan keluarga menjadi bagian dari ketahanan sosial, dan menjadi tanggung jawab bersama”, tandas Indra.
Untuk itu ia menyampaikan pilihan strategi mengatasi dampak virus korona antara lain dengan melaksanakan kebijakan publik satu suara, satu perintah; kebijakan yang tidak multi interprestasi, memanfaatkan data lokal/ Pemda sebagai basis bantuan sosial dan bijak kritik.
Sementara itu Prof Dr Tri Marhaeni PA, M Hum dari Univeritas Negeri Semarang (Unnes) menyatakan adanya perubahan gaya hidup sekarang ini dari relasi nyata menjadi maya. Keterpaksaan berkomunikasi secara nyata menjadi maya dengan memanfaatkan media sosial, menjadikan yang semula sebagai keterpaksaan menjadi kebiasaan.
“Akibat digital society pola pikir berubah. Di sisi lain perempuan sebagai ibu rumah tangga banyak keluar rumah menjalankan tugas domestik.”Bahkan kadang-kadang harus menggendong anak. Ibunya memakai masker, tetapi anaknya tidak,” kata doktor antropologi ini.
Karenanya diusulkan menghadapi pandemi virus korona dengan jalan menumbuhkan kegotongroyongan, mengajak tokoh masyaraka dan agama bersama menanamkan kepatuhan .” Semua komponen saling bergerak, membantu dan menjaga, Termasuk ibu-ibu PKK , di satu sisi sebagai korban namun juga sebagai ujung tombak memghadapi pandemi”, tandasnya.
Pengelolaan Informasi
Hilir mudiknya informasi tentang covid -19 melalui media merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindarkan, bahkan menimbulkan ketakutan yang berlebih. Di sisi lain informasi tentang kesehatan juga marak dan mendapat perhatian luas di masyarakat. Karena itu Dini Inayati, dari Forum Kesetaraan Keadilan Gender (FKKG) Jateng mangajak masyarakat membatasi mengonsumsi media. “ Mengonsumsi media secara wajar sesuai kebutuhan sebagaimana sebelum pandemi dan waspada hoaks,” ujarnya.
Komisioner KPID Jateng bidang siaran itu mengharapkan media seharusnya memberikan pencerahan dan lebih mengutamakan edukasi pada masyarakat daripada aspek bisnis, mengejar rating. “Komitmen pada fungsi penyiaran sebagai media edukasi, hiburan sehat, serta fungsi ekonomi dan kebudayaan”.
Sedangkan pembicara terakhir, Hanung F Basworo, ST, dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Pembangunan (LPPSP) Semarang mengatakan pengembangan jaringan meningkatkan kualitas keluarga. Organisasi yang dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasar kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan merupakan modal kuat menghadapi pandemi virus korona.
Di tingkat nasional Kemen Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) dibentuk Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA), dan di Jawa Tengah ada Satgas Percepatan Penanganan Covid 19 berbasis masyarakat di tingkat RW yang disebut Jogo Tonggo Jateng Gayeng. Anggotanya terdiri dari karang taruna, dasa wisma, posyandu, pendamping PKH, PPL pertanian, pendamping desa, Linmas, bidan desa, warga dll.
“Masalahnya banyak lembaga masyarakat yang belum tergabung dalam forum, sementara forum yang terbentuk belum menunjukkan kontribusi dalam memberi masukan kebijakan pencapaian kinerja pembangunan. Perlu penguatan peran dan komitmen lembaga masyarakat” kata Hanung.
Webinar, seminar nasional yang dilakukan secara online diselenggarakan oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Untag, bersama Forum Kesetaraan Keadilan Gender (FKKG) Jateng, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumber Daya Pembangunan (LPPSP) Semarang, diharapkan menjadi policy paper pemerintah. Demikian dikatakan oleh Rektor Untag, Prof DR Suparno MSi saat membuka acara . Seminar diikuti 284 dari pelbagai daerah dari kalangan mahasiswa, civitas akademika , kepala daerah, kementerian agama, Kemen PPPA, pimpinan OPD, LSM dll.
humaini As-trs