blank
Peserta Bintek Jurnalistik foto bersama setelah mengikuti pelatihan di Kampus Unsiq Jawa Tengah di Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender (FKKG) Wonosobo bekerjasama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) setempat menggelar “Bimbingan Tehnis Jurnalistik” bagi 25 anggota FKKG di Kampus Universitas Sains Al Quran (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo, Jumat (13/3).

Bertindak sebagai pemateri Agus Supriyadi (anggota PWI Wonosobo). Agus menyampaikan tehnik menulis berita dengan rumus 5 W + 1 H yakni what (apa), when (kapan), where (dimana), who (siapa), why (mengapa) dan how (bagaimana). Jika seseorang sudah bisa menerapkan rumus 5 W + 1 H berarti dapat menulis berita dengan baik dan benar.

“Menulis berita itu gampang-gampang susah. Gampang kalo mau latihan dan sudah terbiasa menulis berita. Sebaliknya akan susah jika tidak mau latihan dan melakukan praktek pembiasaan,” lontarnya.

Pasalnya, imbuh Agus, ketrampilan menulis itu butuh kerja praktek bukan sekadar teori. Di tengah perkembangan media sosial (medsos), ketrampilan jurnalistik itu sangat penting. Sebab kini setiap orang bisa menjalankan fungsi sebagai “wartawan” atau dikenal dengan istilah nitizen jurnalism (jurnalisme warga).

Responsif Gender

Ketua FKKG Wonosobo Farida Astuti SSi MM mengatakan tujuan digelar Bintek Jurnalistik yakni untuk membekali anggota FKKG ketrampilan menulis berita dan artikel yang responsif gender.

“Banyak sekali kegiatan perempuan dan tema gender yang layak dijadikan sebagai obyek pemberitaan maupun penulisan artikel populer. Tapi karena tak lihai menulis release dan artikel jarang kegiatan perempuan yang di unggah jadi berita atau opini,” keluhnya.

Kepala Bidang (Kabid) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Hj Erna Yuniawati, SAP MM mengatakan melalui pelatihan ini diharapkan aktifis FKKG dapat mengadvokasi kebijakan berbasis gender dan memanfaatkan jejaring dengan kaidah penulisan yang baik dan mematuhi kode etik jurnalistik; tidak latah dalam menshare berita, khususnya melalui medsos.

“Khusus korban kekerasan dan pelecehan seksual kadang penulisan berita tidak melakukan penyaringan informasi, sehingga hal ini sering merugikan dan menyudutkan para korban. Penulisan berita harus ramah anak dan perempuan,” harapnya.

Muharno Zarka-Wahyu