SEMARANG (SUARABARU.ID)– Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jateng, mengeluarkan aturan yang membatasi keluar masuknya hewan ternak, dari daerah endemik penyakit yang dapat menular dan membahayakan nyawa manusia (zoonosis).
Kementerian Pertanian sendiri, telah menetapkan 25 penyakit prioritas yang termasuk dalam Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS). Dari daftar prioritas itu, terdapat lima jenis penyakit yang menjadi perhatian khusus, yakni rabies, anthrax, brucellosis, avian influenza (flu burung) dan hog cholera.
BACA JUGA : Ganjar; Kota Layak Anak Jangan Hanya Stempel
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Lalu Muhamad Syafriadi dalam jumpa pers OPD yang digelar di Gedung A Lantai 1 Kantor Gubernur Jateng, Rabu (26/2/2020) mengatakan, penyakit itu menyebar dengan sangat cepat, dan menyebabkan kematian yang juga cepat pada hewan, serta mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi.
”Penyakit ini menjadi prioritas pencegahan dan pemberantasannya di Jateng. Sehingga, kita batasi keluar masuknya hewan di Jateng. Di pos lalu lintas ternak yang ada di perbatasan Jateng, kita tingkatkan biosekuriti-nya,” kata Lalu.
Penolakan terhadap masuknya hewan, produk hewan (daging segar maupun olahan), juga dilakukan secara masif. Deteksi dini, pelaporan dini dan tindakan dini juga dimaksimalkan. Sedangkan di sisi internal, rumah-rumah pemotongan hewan maupun peternakan, secara intensif dilakukan pemantauan dan pemberian tambahan vaksinasi.
Lalu menambahkan, baru-baru ini juga sedang mewabah di dunia beberapa penyakit yang bersumber dari hewan, seperti penyakit African Swine Fever (ASF). ASF sudah dideklarasikan masuk ke Indonesia, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 pada 12 Desember 2019, tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever), pada beberapa kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Zoonosis
Walaupun penyakit ASF tidak menular ke manusia, namun menyebabkan kematian pada ternak sampai 100 persen, dan sampai saat ini belum ada vaksin atau pun obat khusus. Sehingga hal itu dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi.
”Mewabahnya zoonosis ini ditengarai sebagai dampak adanya degradasi ekosistem, pemanasan global dan urbanisasi penduduk yang progresif. Pemicu utama wabah zoonosis lainnya adalah, munculnya pertumbuhan yang cepat dari populasi manusia dan satwa, serta semakin mendekatnya kontak hewan domestik dengan satwa liar, dan produk-produknya yang menyebabkan insiden zoonosis meningkat,” jelasnya.
Selain itu menurut dia, dengan adanya pola hidup yang tidak ramah lingkungan, akan mempercepat terjadinya wabah zoonosis di daerah. Berbagai penelitian menunjukkan, wabah zoonosis dapat berpotensi menyebar dan meluas antar-negara dan antar-kawasan regional, yang disebut pandemi.
Hery Priyono-Riyan