blank
Kanit Turjawali, Iptu Joko Susilo, saat memberikan penjelasan tentang larangan mengoperasikan kereta kelinci. Jika terbukti dijalankan di jalan raya, maka akan ditilang. Foto: Hana Eswe.

GROBOGAN (SUARABARU.ID) – Tidak banyak yang diketahui masyarakat jika mengendarai atau menumpang kereta kelinci di jalan raya sangat berbahaya. Bahkan, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 pasal 285 ayat (2) tertuang setiap kendaraan roda empat atau lebih yang tidak memenuhi persyaratan teknis dikenakan pidana kurungan maksimal dua bulan atau denda Rp 500 ribu.

Aturan tersebut bahkan tidak diketahui Edi Susilo, warga Banyuurip, Kecamatan Toroh. Edi, merupakan pemilik kereta kelinci atau yang lebih akrab disebut odong-odong.

Sedianya, odong-odong warna hijau ini akan digunakan untuk menjemput anak-anak TK di Toroh. Odong-odong miliknya ini memang dipergunakan sebagai sarana antarjemput para siswa.

Namun, pada saat operasi rutin yang digelar Satlantas Polres Grobogan di jalur Purwodadi-Solo, Sabtu (8/2/2020), Edi tak bisa mengelak. “Baru tahu kalau odong-odong tidak boleh dipergunakan di jalan raya,” ujar Edi.

Dirinya hanya bisa pasrah saat petugas melakukan penyitaan armada dan mengandangkannya.

“Apapun alasannya pengemudi, tetap kami berlakukan tilang. Kita lakukan penilangan untuk menindaklanjuti arahan dari Kasatlantas sesuai dengan amanat Dirlantas agar melakukan penertiban kereta kelinci atau odong-odong ini,” ujar Kanit Turjawali Satlantas Polres Grobogan, Iptu Joko Susilo.

Dikatakan Iptu Joko, pihaknya langsung melakukan penindakan berupa tilang karena pengemudi selaku pemilik odong-odong ini menggunakan kendaraan yang tidak sesuai dengan persyaratan. “Langsung kami lakukan penilangan dan armadanya kami sita untuk kami kandangkan,” ucap Iptu Joko.

Tidak Hanya Pemilik

Dikatakan Iptu Joko, nantinya penertiban tidak hanya dilakukan kepada pemilik atau pengemudi kereta tempel ini. Pihak bengkel atau pembuat wahana yang disukai anak-anak ini juga akan ditertibkan.

“Nantinya kita juga akan melakukan sosialisasi kepada bengkel atau perakit kereta tempel ini agar tidak membuat kereta kelinci seperti ini. Kalau masih ada yang mengoperasionalkanny di jalan raya, akan ditindak sesuai dengan UU yang berlaku, yaitu penilangan dan penyitaan armada,” tutup Iptu Joko.

Hana Eswe-trs