blank
Peserta pelatihan Pembuatan  Program Responsif Gender (PPRG)berfoto bersama sebelum penutupan. Foto: Hm

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Membuat program harus menampakkan hasil yang bisa segera dirasakan oleh mayarakat. Kalau  usulan program lebih menekankan perlunya sosialisasi, biasanya tidak cepat direspon oleh pemerintah.

Demikian Dr Indra Kertati MSi, Pimpinan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya   (LPPS) Jateng di depan peserta pelatihan Pembuatan  Program Responsif Gender (PPRG)  di Hotel @Home, Jl Pandanaran.

Acara berlangsung Rabu dan Kamis (5-6/2), diikuti oleh SDM dari Forum  Kesetaraan dan Keadilan Gender (FKKG) dan Forum Komunikasi Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Forkom PUSPA).

Untuk itu perlu  data terpilah untuk membuka wawasan. Data yang menjelaskan jenis umur, jenis kelamin,adanya kondisi atau insiden khusus. Dengan data yang lengkap akan bisa diketahui masalah yang memang harus dipecahkan . Permasalahan yang bisa dilihat misalnya menyangkut relasi atau kondisi laki-laki dan perempuan.

Data Kekerasan

Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana  (P3AP2KB) Dra Retno Sudewi, Apt, MSi,MM mengatakan  kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jateng yang dilaporkan di pusat pelayanan terpadu (PPT)  tahun  2016 sebanyak 2.434, tahun 2017  – 2.310, tahun 2018  sebesar 2.407 dan 2019 berjumlah 2.355 kasus.

Untuk itu pemerintah memandang perlu pelaksanaan program prioritas 2018 – 2023 terkait dengan pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan serta meningkatkan pemahaman dan peningkatan kemampuan , serta komitmen menyelesaikan permasalahan  yang berkaitan dengan isu gender.

Seperti dikatakan oleh Indra Kertati, yang dimaksud isu gender  adalah kesenjangan, permasalahan antara yang diharapkan dengan kondisi yang ada dalam proses relasi antara laki-laki dan perempuan.

Adanya ketimpangan kondisi perbedaan peran, akses, partisipasi, control, manfaat (APKM) antara laki-laki dan perempuan. “Perlu juga dipertimbangkan pengaruh budaya dan kebijakan pemerintah yang sudah ada” kata Indra Kertati yang juga konsultan Kemen PPPA.    Juga memberikan pengarahan, Asisten Deputi Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan KPPA, Maydian Werdiastuti.

Acara yang dipandu oleh Eko Roesanto dari  Komisi Penanggulangan Korban Kekerasan Berbasis Gender (KKP2BGA) , juga menampilkan pembicara  Nur Hasyim  dari FISIP UIN Walisongo menguraikan tentang Gender dan Pembangunan . Kegiatan dengan praktik  pelatihan dipandu oleh Wulan dan Haris dari LPPSP ,  diketuai oleh Daru Kuncoro, Kabis Data Parmas P3AP2Kb.

Humaini As-trs