blank
Ilustrasi penganiayaan.

REMBANG (SUARABARU.ID) – Dugaan kekerasan fisik di dunia pendidikan kembali terjadi. Kali ini dialami oleh tiga siswa asal Kabupaten Rembang. Mereka adalah AF (14), AA (14) warga Kecamatan Kaliori dan NV (13) waga Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang. Tiga siswa tersebut adalah santri di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Winong, Kabupaten Pati.

Selain nyantri, mereka juga sekolah di Madrasah Tsanawiyah milik ponpes. Akibat kekerasan fisik dan mental itulah mereka terpaksa melarikan diri dari pondok. Sut (42) orang tua korban mengungkapkan, anaknya dan dua temannya itu sudah tidak bersekolah sejak Kamis (15/1).  Mereka sudah tidak mau bersekolah lantaran takut dianiaya oleh seniornya sesama santri yang menjadi pengurus di pondok pesantren tersebut.

Saat ditemui Kamis (23/1) siang Sutarni mengungkapkan, dirinya tahu anaknya tidak ada di pondok setelah dihubungi orang tua AA. Kebetulan pada hari Jumat sore ibunya AA menengok anaknya ke Ponpes, namun ternyata anaknya itu tidak ada, termasuk juga anaknya.

blank
Korban menunjukkan bekas pukulan di pahanya. Foto: Sanyoto

“Tapi anehnya pengurus pondok dan ustaznya tidak ada yang tahu keberadaan anak-anak itu. Yang ia tahu Jumat pagi sudah tidak ikut salat subuh berjamaah,” jelasnya.

Lantaran tidak ada kabar keberadaan anaknya, Sut bersama orang tua anak-anak yang hilang itu berusaha bertanya kepada pengurus pondok. Salah seorang ustaz pondok memberi menjelaskanm anak mereka ada di sebuah pondok di Lasem. Namun setelah ditunggu hingga Minggu tidak kembali, ia kembali bertanya pada pengurus pondok, namun kali ini ada kabar anak mereka sudah pergi ke daerah Kudus.

Hari itu juga bersama salah seorang ibu orang tua yang juga kehilangan anaknya, pergi mencari ke Kudus. Tempat yang dituju adalah konser musik anak-anak punk, namun setelah ada kabar anaknya sudah ada di rumah akhirnya merka pulang ke Rembang.

Sut menambahkan, anaknya pergi meninggalkan ponpes sejak hari Kamis. Setelah sempat bermalam di rumah temannya di Kecamatan Winong, pada hari berikutnya pergi ke Lasem. Di Lasem mereka tidur di emperan toko dan masjid. Lantaran takut pulang ke rumah, mereka memilih tidur di sembarang tempat.

“Untuk bertahan hidup mereka ngamen di lampu bangjo di Lasem. Uang hasil ngamen itu untuk membeli makanan dan minuman,” jelas Sut.

Adapun alasan mereka pergi lantaran takut dihukum. Sebelumnya mereka memang pernah dihukum cambuk. Punggung sampai kakinya dipukuli pakai gagang sapu. Malah sisa pukulan itu masih membekas hingga sekarang.

Lantaran masih takut dan tidak mau sekolah lagi akhirnya Rabu (22/1) AF, AA dan NV diantar ibunya masing-masing balik ke pondok. Mereka bersama ibunya itu berharap bisa bertemu dengan tiga orang santri senior yang memukulinya. Namun ustaz di pondot tersebut tidak mau mempertemukan mereka.

“Pinginnya saya anak-anak yang menganiaya anak saya itu meminta maaf, tapi ternyata tidak dipertemukan. Malah ustaznya bilang mereka hanya memberi hukuman. Lantaran tidak ada titik temu akhirnya anak kami saya ajak pulang,” tambahnya.

Ditemui terpisah salah seorang santri bernama AA mengungkapkan, bahwa saat lari dari pondok pesantren sebetulnya mereka pergi berempat. Satu temannya lagi bernama BA asal Surabaya.

“Selain kami berempat ada juga dua teman dari Pati yang duluan pergi, tapi mereka izin dengan alasan lagi sakit,” ungkkap AA.

Saat diitanya alasan mereka melarikan diri dari pondok lantaran mereka takut. Sebab sehari sebelumnya mereka ketahuan kepala desa setempat sedang merokok. Lantaran takut akan dilaporkan pada pengurus pondok akhirnya mereka sepakat meninggalkan pondok pesantren. Sebelumnya memang ada tujuh siswa yang dihukum lantaran merokok, diantaranya adalah mereka. Mereka dipukuli pakai gagang sapu ditengah-tengah lapangan, dan disaksikan seluruh santri laki-laki maupun putri.

Dihubungi terpisah melalui sambungan telepon, salah seorang ustaz di Pondok Pesantren dimaksud, Ustaz Akmil membantah ada penganiayaan di pondoknya. Namun ia membenarkan ada santrinya yang pergi tanpa izin pada pengurus pondok pesantren.

“Betul ada santri yang pergi, satu orang sudah balik ke pondok, sedangkan yang tiga belum. Tapi kalau masalah penganiayaan itu tidak tidak ada, malah kami belum memanggil mereka,” jelas Akmil. Sanyoto-trs