KUDUS (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kabupaten Kudus menghentikan sementara kepesertaan BPJS Kesehatan bagi puluhan ribu warga miskin yang selama ini menjadi peserta JKN PBI. Pemutusan ini akibat belum selesainya verifikasi data warga miskin menyusul pemangkasan anggaran BPJS di tahun 2020.
“Bagi peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) penerima bantuan iuran (PBI) APBD Kudus yang hendak melakukan pemeriksaan kesehatan, masih tetap dilayani di sejumlah fasilitas kesehatan mulai dari Puskesmas hingga rumah sakit di Kabupaten Kudus,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Joko Dwi Putranto ditemui usai rapat koordinasi dengan Komisi D DPRD Kudus di ruang komisi, Jumat(3/1).
Menurut Joko, sebagai gantinya Pemkab Kudus menyiapkan anggaran sebesar Rp3,5 miliar untuk pengalihan biaya pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Kudus selama Januari 2020 dari sebelumnya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Untuk pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama, tersebar di 19 Puskesmas, sedangkan rumah sakit berjumlah tujuh rumah sakit, yakni RSUD Loekmono Hadi, RS Sunan Kudus, RS Mardi Rahayu, RS Aisiyah, RS Kumalasiwi, RS Nurusyifah, dan RS Kartika Husada.
Ia mengingatkan masyarakat yang hendak melakukan pemeriksaan kesehatan diminta membawa persyaratan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang ditandatangani kepala desa setempat. Masyarakat yang akan ditanggung oleh pemerintah, kata dia, merupakan masyarakat miskin yang ditunjukkan dengan SKTM.
Hasil verifikasi dan validasi terhadap peserta JKN PBI APBD Kudus dari jumlah sebelumnya yang mencapai ratusan jiwa, untuk sementara terdapat 35.005 jiwa, sedangkan sasaran verifikasi nantinya terhadap 102.116 jiwa.
Meskipun sudah ada hasil sementara, katanya, pelayanan kesehatan gratis berlaku untuk semua masyarakat yang tergolong miskin. “Kami menargetkan, dalam waktu dua pekan verifikasi dan validasi peserta JKN PBI bisa selesai sehingga bulan Februari 2020 kembali kerja sama dengan BPJS Kesehatan sehingga pelayanan secara berjenjang bisa hingga ke rumah sakit luar daerah,” ujarnya.
Verifikasi Molor
Kepala BPKAD Eko Djumartono mengatakan, Pemkab Kudus memang tidak bisa langsung melakukan Perjanjian Kerjasama dengan BPJS secara langsung di awal tahun. Pasalnya, verifikasi data warga miskin yang akan diikutkan BPJS sejauh ini belum jadi.
“Kami berharap dua pekan ini verifikasi selesai. Sebab, jika tidak otomatis pelaksanaan perjanjian dengan BPJS juga akan molor yang berakibat masyarakat belum bisa menggunakan manfaatnya,”kata Eko.
Eko juga menambahkan, di tahun 2020 ini dialokasikan Rp 56 miliar untuk anggaran BPJS. Alokasi anggaran tersebut, digunakan untuk membayar kekurangan akibat kenaikan tarif pada Oktober-Desember 2019 sebesar Rp 15 miliar.
Sementara BPJS diputus, masyarakat miskin hanya disiapkan alokasi anggaran Rp 3,5 miliar untuk pelayanan kesehatan di bulan Januari. “Kalau verifikasi molor, bisa jadi kebutuhan anggaran tersebut bertambah lagi,”tandasnya.
Emosional
Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Kudus Sayid Yunanta mengaku cukup kecewa dengan kebijakan yang diambil oleh Pemkab. Pasalnya, selama ini Pemkab tidak pernah mengkoordinasikan pemutusan kepesertaan BPJS warga miskin tersebut ke DPRD.
Dengan cukup emosional, Sayid mempertanyakan imbas dari penerapan kebijakan tersebut. “Saya kecewa karena tahu persoalan ini justru tidak dari OPD. Padahal, kami yang bersentuhan dengan masyarakat setiap hari mendapat keluhan atas persoalan ini,”kata Sayid dengan nada tinggi.
Sayid menambahkan, kebijakan pemutusan BPJS tersebut juga rentan menimbulkan gejolak. Apalagi, sampai saat ini Pemkab belum memberikan sosialisasi bagi atas persoalan tersebut. “Coba bayangkan jika ada warga miskin yang awalnya mendapat BPJS, tanpa dia tahu tiba-tiba sudah diputus kepesertaannya tanpa pemberitahuan,”katanya.
Selain meminta agar segera melakukan sosialisasi berjenjang, Sayid juga meminta agar proses verifikasi data baru nanti juga harus dilakukan secara benar. Jangan sampai ada warga mampu mendapat BPJS tapi yang miskin justru dicoret.
Tm-SB/Ab