Nasionalisme nan Menjulang
dan “Kegilaan” Liem Chie An
Oleh Amir Machmud NS
TAK sedikit pun diragukan, setiap kali Borobudur Marathon dibicarakan, setiap kali pula nama Liem Chie An disertakan. “Bakul pitik” asal Mertoyudan tersebut sudah identik dengan lomba lari internasional jarak jauh yang menjadi event tahunan di Kabupaten Magelang itu. Dan, kini dalam count down menjelang hari “H” marathon pada 17 November mendatang, kesibukan pria yang biasa dipanggil Gie An itu beriring dengan penantian para penggemar marathon untuk bertumpah ruah di seputar Candi Borobudur.
Apakah impian Gie An bersama Event Organizer (EO) Kompas menderetkan Borobudur Marathon dengan major marathon dunia telah menapak ke arah titik pencapaian? Terlepas dari posisi Borobudur Marathon dalam lanskap event internasional sekarang, yang jelas kegiatan tersebut sudah terbukti bergaung sebagai marathon yang masuk dalam agenda pilihan para pelari dunia. Dengan pendaftaran sistem ballot,tak sampai dua bulan kuota peserta sudah terpenuhi. Jadi di mana sebenarnya daya tarik marathon ini?
Kombinasi sport tourism yang melekat sebagai label Borobudur Marathon setidak-tidaknya mengandung dua magnet. Pertama, konsistensi penyelenggaraan sebagai agenda olahraga (atletik) yang tiap tahun ditunggu, yang pasti memiliki nilai tersendiri di mata para pelari internasional, nasional, dan regional. Ada aspek pembinaan olahraga yang tak terpisahkan.
Kedua, kemarakan dari sisi turisme yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan pariwisata di Magelang, Jawa Tengah, dan nasional. Tanpa harus memaparkan data pengaruh kegairahan perekonomian rakyat menjelang, pada saat, dan setelah penyelenggaraan marathon ini pun, realitas peredaran uang yang terkait dengan penginapan, kuliner, dan suvernir sangat terasa.
Sebagai contoh, dari penyelenggaraan selama empat tahun terakhir ini misalnya, jika Anda mereservasi penginapan sejak sekitar dua bulan sebelumnya, yakinilah Anda sudah bakal sulit mendapatkan. Yang fully booked bukan hanya hotel berbintang di sekitar Magelang, tetapi juga penginapan yang dikelola oleh Balkondes-balkondes, home stay profesional, bahkan rumah-rumah penduduk yang siap ditinggali para tamu baik pelari maupun wisatawan.
Ekosistem Sport Tourism
Konsep sport tourism yang dalam skala kebutuhan lokal-internasional dikembangkan lewat visi Yayasan Borobudur Marathon yang diketuai Liem Chie An, serta keterlibatan EO Kompas, membentuk ekosistem event tersebut dalam sebuah semesta yang saling mengait. Berlangsung kolaborasi besar antara dunia olahraga, dunia pariwisata, dengan skateholderspenduduk sekitar. Baik secara langsung maupun tidak langsung, Borobudur Marathon merupakan “persembahan” penuh cinta kepada negeri ini dari mereka yang mengekspresikannya dengan profesionalitas penyelenggaraan.
Mengikuti kegiatan ini secara intens dari tahun ke tahun, saya menangkap “kegilaan” seorang Liem Chie An untuk memberikan sesuatu kepada bangsa dan negaranya, berupa kegairahan dan kebanggaan. Tak berlebihan apabila dalam buku Bakul Pitik di Balik Borobudur Marathon (2018) Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyebut nasionalisme Gie An itu begitu dahsyat.
Mantan Gubernur Bibit Waluyo juga memuji Chie An sebagai seorang nasionalis sejati, yang tanpa banyak gembar-gembor berslogan membuktikan baktinya lewat kiprah penyelenggaraan marathon internasional dan memberi lapangan pekerjaan kepada masyarakat lewat unit usaha ternak ayamnya.
Sikap Berbakti
Nasionalisme nan menjulang itu, menjadilandasan passion Gie An dengan Yayasan Borobudur Marathon-nya untuk konsisten menangani agenda tahunan ini dan mengembangkannya bersama Grup Kompas. Kendala-kendala teknis dan psikologis bukannya tidak ada, namun semangat memberi bukti mengangkat kebesaran Candi Borobudur-lah yang pada akhirnya menepikan aneka hambatan itu.
“Apa pun kata orang, saya hanya ingin berbakti, memberi apa yang saya bisa kepada bangsa, lewat pemaksimalan penyelenggaraan Borobudur Marathon,” ungkap penggemar berat olahraga hash ini.
Konsep olahraga – turisme yang melibatkan pemangku kepentingan olahraga dan pariwisata ini, merupakan wajah nyata betapa Magelang, Jawa Tengah, dan Indonesia memiliki keunggulan potensi pariwisata yang harus dieksplorasi untuk terus dan terus digaungkan ke panggung dunia.
Maka, ketika dulu hanya Bali yang identik ketika masyarakat dunia menyebut Indonesia, kini lomba marathon di Kabupaten Magelang itu memberi perspektif berbeda. “Indonesia? Ya Borobudur Marathon…”
Suarabaru.id