Oleh : Indria Mustika
Jepara – Konon Tenun Troso yang menjadi salah satu potensi Kabupaten Jepara, bermula dari pakaian yang dikenankan oleh Mbah Senu dan Nyi Senu. Pakaian itu dikenakan pasangan ini saat menyambut kedatangan ulama besar, Datuk Gunardi yang tengah melakukan syiar Islam di desa Mbah Senu saat masa awal Mataram Islam. Karena tinggal di Singorojo, Datuk Gunardi dikenal juga dengan panggilan Datuk Singorojo. Ia juga bersahabat dengan RA Semangkin, keponakan Ratu Kalinyamat yang kemudian membuka desa Mayong.
Pakaian yang dikenakan mbah Senu ini dikisahkan sebagai pakaian yang dikenakan oleh Raja dan keluarga kerajaan sebagai pelengkap busana kerajaan. Karena motifnya bagus, banyak orang yang kemudian diam-diam meniru. Melihat hal itu, mbah Senu kemudian mengajarkan ketrampilan menenun hingga tenun berkembang di desa tersebut dan kemudian dikenal dengan nama Tenun Troso. Konon sejak saat itulah keterampilan membuat kain tenun dimiliki oleh warga desa Troso dan diwariskan secara turun temurun hingga sekarang.
Tenun Gedog
Ketrampiilan menenun dari Mbah Senu dan istrinya ini mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan Belanda, tenun ini juga masih bisa bertahan hingga awal tahun 1900 – tenun ini juga dikenal dengan sebutan Tenun Gedog. Nama ini diambil dari suara yang ditimbulkan saat orang sedang menenun, dog… dog…dog… Alat tenun ini digerakkan dengan tangan.
Mereka juga sudah mulai mengembangkan warna pada kain tenun yang dibuat. Warna ini diperoleh dengan menggunakan warna alami yang terbuat dari pohon dan tanaman. Untuk warna biru tua mereka menggunakan bahan dari wit Tarum atau pohon Nila. Sedangkan warna krem atau coklat dibuat dari bahan yang berasal dari daun dan kulit pohon Jambu Mete, kulit Jambu Biji, kayu Secang, dan akar Mengkudu.
Seiring dengan perkembangan peradaban dan pengetahuaan, kemudian para perajin mulai menggunakan alat tenun yang digerakkan dengan kaki, hingga dikenal dengan tenun Pancal. Tenun Pancal ini mulai dikenal pada tahun 1942. Dengan menggunakan kaki, proses produksi lebih mudah.
ATBM
Perkembangan peradaban manusia, akhirnya mengantarkan perajin Tenun Troso tahun 1960-an mengenal dan memilih Alat Tenun Bukan Mesin ( ATBM). Sebab dengan alat produksi ini menjadi lebih mudah dan cepat. Dengan ATBM produksi kain tenun lurik, mori dan sarung ikat mengalami perkembangan pesat secara jumlah, motif maupun kualitas. Karena permintaan yang demikian banyak, masa itu dikenal sebagai masa keemasan. Diantara daerah yang memesan adalah Bali dan NTT. Mereka memesan dengan kekhasan desain daerahnya masing-masing. Untuk memenuhi permintaan itu, tumbuh unit-unit usaha baru.
Namun pada tahun 1970-an, Tenun Troso dihantam badai. Pada akhir tahun 70-an industri tenun Troso mulai mengalami kelesuan ekonomi. Banyak perusahaan tenun mengalami gulung tikar. Peristiwa ini diakibatkan karena mulai berdirinya perusahaan tenun besar di Indonesia yang menggunakan Alat Tenun Mesin (ATM). Pengrajin tradisional tak mampu bersaing dalam hal harga sehingga industri tenun tradisional tidak berkembang dan bahkan banyak yang gulung tikar.
Sepuluh tahun kemudian, Tenun Troso kembali bangkit. Tenun tradisional Troso muncul kembali di pasaran. Namun hal ini tidak berlangsung lama. Sebab pada tahun 1985-1988 kondisi pasar lesu dan banyak pengusaha tenun yang kembali menutup usahanya.
Sampai akhirnya saat H. Ismail menjabat Gubernur Jawa Tengah turun tangan. Ia mencanangkan pemakaian Tenun Troso sebagai pakaian dinas PNS di Jawa Tengah. Pencanangan yang dilakukan di dukuh Margokerto desa Bondo ini disusul dengan Surat Keputusan Gubernur No: 025/219/1988, yang mewajibkan seluruh pegawai pemerintah di Jawa Tengah untuk memakai produk tenun setiap hari Jumat. Upaya ini terbukti berhasil mendongkrak konsumsi masyarakat dan produksi tenun di Jawa Tengah, terutama di Troso.Para pengusaha tenun pun kembali bergairah mengembangkan usahanya.
Tenun SBY dan Obama
Tenun Troso terus mengalami perkembangan. Apalagi ketika pada tahun 2009 Susilo Bambang Yudoyono sering memakai baju dengan bahan Tenun Troso. Tak butuh waktu lama, gaung promosi Kain Tenun Troso menyeruak keberbagai belahan dunia. Kain Tenun Troso yang dipakai SBY itu disebut sebagai motif SBY.
Bahkan kemudian presiden negara adidaya, Amerika Serikat, yaitu Barack Obama juga memakai baju Troso saat upacara resmi kenegaraan. Motif kain tenun yang dipakai Barack Obama waktu itu kemudian diberi nama motif Obama.
Aneka Motif.
Salah satu yang membedakan tenun Troso dan tenun daerah lain adalah kekayaan motifnya. Tidak hanya nuansa tradisional, klasik atau etnik tetapi juga motif modern dan motif-motif kontemporer. Sedangkan ragam dan jenis motif Tenun Troso yang ada antara lain, motif misris, krisna, motif ukir, motif rantai, motif mawar, motif bambu, motif burung, motif naga, motif lilin, motif antik, motif cempaka, motif dewi sri, motif kecubung, motif SBY, motif Obama dan lain-lain. Variasi motif Troso sangat beragam hingga dapat dikenakan dalam berbagai peristiwa, termasuk busana pesta, dan busana kerja.
Kemampuan perajin Tenun Troso ini yang menyebabkan mereka mampu memenuhi pesanan motif tenun dari daerah lain, termasuk pesanan dari Sumba, NTT dan Bali. Salah satu motif yang banyak dan telah lana dipesan dari Sumba adakah motif Jaranan. Perbedaan bahan dan cara mengerjakan motif ini bisa saja membuat motif Jaranan dari Troso lebih laku dipasaran, termasuk di Sumba. Sebab hasil karya perajin Troso lebih murah, lebih bagus dan lebih murah.
Namun dalam persaingan antar daerah, perlindungan atas hasil karya para perajin dan seniman tenun Jepara harus mulai dilakukan. Bukan lagi sekedar wacana. Pemerintah Kabupaten dan asosiasi terkait harus benar hadir menjawab persoalan ini.
Indria Mustika, S. Pd., M. Pd., adalah Ketua Jurusan Tata Busana SMKN 2 Jepara.