SEMARANG- Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan Semen Indonesia, Sigit Wahono menjelaskan penjualan semen produk Semen Indonesia di Jateng pada 5 bulan pertama 2019 mengalami penurunan tajam.
“Penjualan semen di Jateng hingga Mei 2019 tercatat 1,25 juta ton, sedangkan pada periode sama 2018 tercatat 1,6 juta ton atau turun sekitar 25 persen,” kata Sigit, dalam diskusi bertajuk “Membangun Kemenangan bersama Semen Indonesia, di Semarang (2/7).
Menurut dia, penurunan tersebut disebabkan banyak proyek swasta belum dimulai, investor juga masih wait and see karena Pemilu 2019, libur panjang Lebaran, dan beberapa faktor lain.
“Saya kira itu fenomena tahunan. Semester II 2019 kami kira (penjualan semen) akan lebih baik dibandingkan semester I,” katanya.
Ia melanjutkan saat ini Semen Indonesia juga masih tetap fokus konsolidasi pasca akuisisi PT Semen Holcim, yang kini berubah menjadi PT Solusi Bangun Indonesia.
Sementara itu, SVP of SMO & Communication Semen Indonesia,Ami Tantri menjelaskan bahwa saat ini ada kecenderungan terjadi kelebihan kapasitas produksi semen nasional.
Secara nasional, kapasitas terpasang mencapai 110 juta ton/tahun, sedangkan konsumsi semen 70 juta ton. “Produksi Semen Indonesia sendiri mencapai 40 juta ton,” katanya.
Padahal, menurut Arief Yulianto, pada 5 tahun ke depan pemerintahan Presiden Jokowi, fokusnya bergeser ke pembangunan SDM.
Hal itu terlihat dari menurunnya pertumbuhan alokasi anggaran untuk infrastruktur pada 2019 yang hanya naik 1,04 persen dari Rp410,7 triliun pada 2018 menjadi Rp415 triliun pada 2019.
Padahal, pada periode 2016-2017 mengalami lonjakan pertumbuhan hingga 44,3 persen, dari Rp269,1 triliun pada 2016 menjadi Rp388,3 triliun pada 2017. Setahun kemudian juga masih naik 5,8 persen menjadi Rp410,7 triliun.
Integrated Market
Baik Sigit maupun Ami mengungkapkan saat ini masih tetap fokus konsolidasi pasca akuisisi PT Semen Holcim, yang kini berubah menjadi PT Solusi Bangun Indonesia (SBI).
Proses akuiisi yang harus dilakukan penuh perjuangan itu, harus diikuti dengan kerja keras mengintegrasikan seluruh sumber daya di SBI agar menyatu padu dengan grup semen indonesia yang lain.
“kami harus menyatukan SDM yang selama ini di handle SBI, sebab sebelum diakuisisi, Holcim kan menjadi pesaing kita, maka begitu sudah tergabung, pasar mereka tidak lagi bersaing namun harus bersatu dan semua mendapat tempat dan porsi masing masing” jelas Ami.
Dalam kesempatan sama, Ketua DPD Realestat Indonesia Jawa Tengah, M.R. Priyanto, menyebutkan setiap tahun Indonesia memerlukan sedikitnya 1,2 juta rumah untuk menyediakan bagi sekitar 800.000 keluarga baru serta mengurangi backlog atau kekurangan rumah yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
“Kalau ingin mengurangi backlog rumah yang saat ini sekitar 11 juta, jumlah rumah yang disediakan harus lebih banyak dibandingkan dengan munculnya keluarga baru sekitar 800 ribuan per tahunnya,” kata Ketua DPD REI Jateng M.R. Priyanto di Semarang, Selasa malam.
Di Jateng, kata Priyanto, backlog kepemilikan pada 2017 tercatat 1,12 juta dan backlog hunian 844 ribu. Secara nasional, rumah tangga yang belum miliki rumah sekitar 17,5 juta rumah tangga.
Priyanto menjelaskan REI secara nasional pada 2019 ditarget mampu memberi kontribusi penyediaan rumah sebanyak 234,9 ribu unit, sedangkan REI Jateng mendapat target pembangunan rumah subsidi sebanyak 11 ribu unit pada 2019.
Menurut dia, penjualan rumah subsidi sangat dipengaruhi oleh Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang disediakan pemerintah karena dari program ini konsumen mendapatkan subsidi.
“Sayangnya dana FLPP ini terbatas dan menurut informasi, Juli 2019 dana tersebut habis,” katanya.
Suku bunga
Menurut analisis Arief Yulianto, konsumen perumahan bersubsidi selama ini tidak terlalu terpengaruh dengan suku bunga KPR, tetapi lebih pada subsidi yang diberikan pemerintah, antara lain, melalui FLPP.
“Dengan fasilitas tersebut, beberapa tahun di awal mereka bisa mendapatkan angsuran yang lebih ringan. Ini sangat membantu konsumen rumah bersubsidi,” kata dosen Universitas Negeri Semarang itu.
Pada beberapa bulan ke depan, ia mengkhawatirkan pemerintah akan menerapkan kebijakan uang ketat (tight money politics) untuk mengerem laju inflasi.
Bila hal itu diterapkan, berarti akan ada kenaikan suku bunga bank dan hal itu akan berimplikasi pada suku bunga KPR.
Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS dalam sambutan pembukaan diskusi menekankan media memiliki independensi redaksional dalam melihat realitas, termasuk dalam menyikapi pembangunan pabrik semen.
“Saya melihat, Semen Indonesia termasuk perusahaan yang terbuka kepada publik dan media,” katanya. (Suarabaru.id/SL)