WONOSOBO – Sejak beberapa hari belakangan Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) diliputi embus es. Embun es yang oleh warga setempat acap disebut bun upas itu muncul ketika suhu minus dan rasa dingin menerpa di musim kemarau seperti saat ini.
Bun upas akan bermunculan dini hari hingga subuh. Embun es akan kelihatan memutih dan menempel di dedaunan, benda yang ada di ruang terbuka dan atap rumah penduduk yang terbuat dari ijuk. Jika matahari bersinar bun upas lambat-laun akan meleleh sirna.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dipartabud) Wonosobo Drs One Andang Wardoyo MSi menyatakan embun es yang muncul di Dieng tidak membahayakan bagi wisatawan dan warga sekitar. Hanya saja ketika ada bun upas cuaca sangat dingin di Dieng akan terasa.
“Justru embun es bisa memberi sensasi tersendiri bagi wisatawan. Karena bun upas tidak bisa sewaktu-waktu ada. Embun es akan kelihatan jika musim kemarau mulai Juni hingga Agustus datang tiap tahunnya”, ujar One Andang, Kamis (19/6).
Disebutkan One Andang, embun es hanya akan membahayakan tanaman kentang. Sebab, daun kentang yang terkena bun upas akan layu dan bisa mati. Jika tanaman kentang sampai mati karena terkena embun es petani di Dieng akan mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Bagi wisatawan musim bun upas malah ditunggu-tunggu. Karena momentum kemunculan embun es bisa menjadi pemandangan langka dan unik. Hamparan tanaman kentang yang luas atau rerumputan yang ada di komplek Candi Arjuna dari kejauhan akan kelihatan memutih.
“Pemandangan menarik tersebut pasti akan diabadikan oleh wisatawan dan banyak fotografer. Bila ingin menyaksikan kemunculan embus es harus berada di kawasan Dieng sejak dini hari hingga subuh dan musti berani melawan cuaca dingin”, katanya.
Objek Foto
Fotografer profesional asal Wonosobo Agung Wiera mengaku sering mengabadikan moment langka berupa bun upas (Dieng Frozen) di Dieng yang sealu muncul setiap tahun tersebut.
Guna memperoleh foto yang bagus butuh perjuangan menahan hawa dingin yang luar biasa.”Setiap hendak mengambil gambar embun es saya harus naik ke Dieng di tengah malam.
Kalau tidak teman-teman fotografer harus rela tidur di Dieng agar bisa mendapatkan moment yang pas saat bun upas bermunculan di pagi hari”, kisahnya.
Agung yang punya nama lengkap Agung Wiratno itu menyebut embun es bagaikan hamparan selimut putih. Embun es akan membeku pada rumput liar dan daun di pepohonan di sekitar kawasan Candi Dieng. Warga setempat menyebut embun es sebagai bun upas.
Disarankan Agung, wisatawan atau fotografer yang akan menyaksikan embun es di Dieng harus mengenakan jaket tebal, sepatu, penutup kepala dan masker. Jika tidak memakai perlengkapan yang memadai bisa tidak kuat menahan rasa dingin.
“Setelah turun dari Dieng menyaksikan dan mengabadikan bun upas biasanya kulit wajah akan terasa perih setelah terkena sinar matahari karena pori-pori kulit yang semua menutup akan terbuka terkena hawa panas. Bibir juga bisa pecah-pecah”, bebernya.
Sepeti diberitakan, memasuki musim kemarau suhu dingin mulai melanda kawasan Dataran Tinggi Dieng yang masuk wilayah Wonosobo dan Banjarnegara. Mulai sejak beberapa hari lalu, suhu udara di Dieng minus satu derajat celcius.
Saat suhu udara minus akan diikuti bun upas atau embun es. Embun yang menempel di dedaunan, di plastik yang tergeletak di lahan dan atap bangunan yang terbuat dari ijuk akan tampak memutih terbalut embun es.
“Sejak beberapa hari terakhir, cuaca di Dieng dingin sekali tidak seperti biasanya. Matahari yang bersinar tidak mampu menghilangan rasa dingin yang menusuk tulang. Kalau tidak mengenakan jaket tebal tidak kuat menahan dingin”, ujar Agus Purnomo.
Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Wonosobo dan kini memiliki usaha wisata di Dieng itu mengaku sangat merasakan kedinginan yang luar biasa dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
“Kemunculan embun es di Dieng ini datang lebih awal. Bun upas biasanya akan muncul ketika musim kemarau datang di bulan Juni hingga Agustus. Tapi tahun ini sejak awal Juni bun upas sudah mulai bermunculan,” katanya, ketika berada di Dieng. (Suarabaru.id/Muharno Zarka)