WONOSOBO – Suasana lapangan Desa Pagerejo Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Sabtu
(15/6), pagi lain dari biasanya. Lapangan sepak bola yang terletak di lereng Gunung Sindoro itu, yang biasanya lengang mendadak hinggar bingar.
Pagi itu digelar hajatan Java Balloon Attraction (JBA). Event yang dihelat AirNav Indonesia bekerjasama dengan Pemkab Wonosobo, Kodim 0707, dan Polres setempat berlangsung semarak dan dibanjiri ribuan pengunjung.
Sejak pukul 5.30 WIB pengunjung mulai memadati tempat acara. Penonton yang berasal dari berbagai desa di Wonosobo dan wisatawan dari luar daerah berbondong-bondong menyusuri jalan yang berkabut menuju lapangan Desa Pagerejo guna menyaksikan ajang JBA.
Hanya saja, penerbangan balon udara tradisional dengan cara ditambat tersebut sempat terganggu angin kencang, gerimis, dan kabut tebal. Sehingga penerbangan balon tidak bisa berjalan secara maksimal.
Bahkan beberapa balon sempat gagal terbang dan balon yang sudah terbang tersangkut pohon maupun atap panggung utama lantaran tersapu angin di lereng pegunungan itu.
Para penerbang balon pun harus sabar menunggu cuaca kondusif untuk menerbangkan balon. Semakin siang, sapuan udara pegunungan mulai mereda dan asap kabut pun lambat laun menghilang. Balon-balon yang siap diterbangkan dan ditambat dengan tali satu
persatu mulai terbang meninggi. Sorak sorai penonton pun membahana.
Direktur Keselamatan, Keamanan dan Standardisati AirNav Indonesia Yurlis Hasibuan mengapresiasi antusiasme masyarakat dalam meramaikan penerbangan balon udara tradisional dengan cara ditambat dengan tali itu, sehingga tidak bisa terbang bebas.
“Menerbangkan balon udara tradisional sudah menjadi budaya masyarakat Wonosobo dalam meramaikan setiap perayaan Idul Fitri. Hanya saja penerbangan balon udara tradisional tersebut sudah tidak diperkenankan dilakukan secara bebas,” katanya.
Dikatakan, penerbangan balon tradisional secara liar bisa membahayakan penerbangan pesawat udara. Karena balon udara tradisional yang terbang tinggi bisa menyangkut di mesin, sayap dan ekor pesawat atau flight control,” tandasnya.
Jika balon udara tradisional yang terbang bebas sampai menganggu pesawat udara, pesawat bisa hilang kendali. Mesin pesawat terbang yang kemasukan balon juga bisa mati, terbakar dan meledak, sehingga mengancam keselamatan penumpang pesawat udara.
Dukung Penambatan
Bupati Wonosobo Eko Purnomo SE MM menyatakan mendukung tradisi lokal penerbangan balon udara tradisional yang aman. Pasalnya, penerbangan balon udara di hari raya Idul Fitri merupakan budaya lokal yang sudah turun-temurun di Wonosobo.
Hanya saja penerbangan balon udara tradisional tersebut tidak boleh sampai mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan pesawat. Agar tidak sampai mengganggu penerbangan pesawat balon udara tradisional diterbangkan dengan cara ditambat dengan tali.
“Balon yang diterbangkan dengan cara ditambat, membuat balon udara tradisional tidak bisa terbang secara bebas atau liar. Balon udara hanya bisa terbang di angkasa dengan ketinggian maksimal 150 meter dari tanah,” katanya.
Menurut Eko, penyelenggaraan BJA di Desa Pagerejo layak diapresiasi. Sebab, selain masyarakat bisa tetap membudayakan tradisi penerbangan balon udara tradisional, penerbangan balon dengan cara ditambat juga tidak melanggar peraturan yang ada.
“Ini merupakan atraksi budaya sekaligus wisata. Selain nguri-uri budaya yang ada, warga dan wisatawan yang datang dapat menikmati atraksi penerbangan balon udara tradisional yang ditambat, sehingga menjadi hiburan tersendiri,” ungkapnya.
Direktur Keselamatan, Keamanan dan Standardisasi AirNav Indonesia, Yurlis Hasibuan menambahkan selama tahun 2018 ada sekitar 118 laporan dari pilot terkait adanya balon udara yang diterbangkan secara bebas. Tahun 2019 ini menurun menjadi 57 laporan.
“Penurunan jumlah laporan dari pilot menunjukkan bila sosialisasi penerbangan balon yang aman sudah cukup berhasil. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang tidak ada lagi laporan dari pilot perihal adanya balon udara yang terbang bebas,” harapnya.
Menurutnya, selama ini ada tiga titik daerah yang banyak sekali ditemukan laporan penerbangan balon udara tradisional secara bebas. Tiga titik tersebut berada di atas langit Ponorogo (Jawa Timur) dan Wonosobo serta Pekalongan (Jawa Tengah).
“Wonosobo termasuk daerah yang boleh dibilang laporannya paling banyak di antara dua daerah lainnya. Karena daerah pegunungan ini merupakan lintasan padat pesawat terbang dari Yogyakarta menuju Surabaya dan Jakarta,” sebutnya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Dipartabud) Drs One Andang Wardoyo MSi menyebut dipilihnya Desa Pagerejo Kecamatan Kertek sebagai lokasi JBA, karena desa wisata tersebut termasuk zona merah kemisikinan dan degradasi lingkungan.
“Dengan digenjotnya event wisata berupa JBA diharapkan akan mengangkat citra Desa Pagerejo sebagai desa wisata di bawah lereng Gunung Sindoro ini. Desa ini punya pemandangan yang bagus dan bisa dijadikan sebagai lokasi camping ground,” tandasnya.
SuaraBaru.id/Muharno Zarka