WONOSOBO- Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setda Wonosobo Sumaedi mengatakan kasus stunting di Wonosobo harus bisa dicegah secara maksimal. Dari hasil pemantuan sejak 2017, kasus balita yang mengalami stunting mencapai 29,34 persen.
Menurutnya, sasus stunting muncul karena kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang gizi dan kesehatan, kegagalan pemberian ASI eksklusif, pemberian pendamping ASI yang tidak tepat, sanitasi yang buruk, perilaku tidak sehat dan keterbatasan layanan kesehatan.
“Guna perbaikan percepatan gizi dan penurunan stunting, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, yakni pemberian tablet tambah darah, promosi ASI ekslusif dan makanan pendamping ASI, imunisasi, suplemen vitamin A, pemberian obat cacing dan pemantauan pertumbuhan di Posyandu,” katanya.
Sumaedi mengatakan hal tersebut dalam acara “Workshop Multi Stakeholder Cegah Stunting, Kegiatan Kemitraan Menuju Cegah Stunting Melalui Edukasi PHBS dan Gizi Seimbang” yang digelar Dinas Kesehatan Wonosobo bekerjasama dengan PT Danone Indonesia di Ruang Mangoenkoesoemo Setda, setempat, Senin (6/5).
Kegiatan tersebut, menurut Sumaedi, sebagai upaya sosialisasi tentang stunting dan mencari solusi terbaik serta langkah untuk mencegah stunting di Wonosobo. Melaui upaya tersebut diharapkan kejadian stunting di Wonosobo akan mengalami penurunan yang signifikan.
“Pemerintah dan stakeholder yang lain ikut bertanggung jawab penuh untuk keberhasilan pelaksanaan penanggulangan stunting di Wonosobo. Karena itu, pencegahan stunting tidak bisa dilakukan oleh jajaran Dinas Kesehatan saja. Semua pihak harus mendukung pelaksanaan penanggulangan stunting”, tegasnya.
Gizi Buruk
Dikatakan Sumaedi, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir.Namun kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia dua tahun.
“Balita kerdil atau stunting tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Stunting muncul karena praktek pengasuhan balita yang kurang baik. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan,” sebutnya.
Status gizi dan kesehatan ibu dan anak, imbuhnya, merupakan penentu kualitas sumber daya manusia (SDM), status gizi dan kesehatan ibu pada masa pra-hamil, saat kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode yang sangat kritis, atau yang di kenal dengan 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
“Periode seribu hari pertama kehidupan ini merupakan periode yang sensitif. Akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Karena demi mencegah terjadinya stunting pada anak, orang tua harus memperhatikan kesehatan diri dan anak saat masih dalam kandungan,” papar Sumaedi.
SuaraBaru.id/Muharno Zarka