WONOSOBO-Ikan nila bisa diolah dengan berbagai cara dan rasa. Ada olahan nila goreng, nila bakar, nila balado, soup nila hingga nila pepes. Masing-masing olahan nila pun punya taste dan rasa yang berbeda.
Jika kepincut dengan menu serba nila, coba sekali waktu datanglah ke Dusun Bersole Desa Sumberejo Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo. Karena di tempat inilah mapan rumah makan yang khusus menyajikan menu nila.
Meski menyediakan kuliner ikan nila, ada masakan khas yang menjadi ciri rumah makan yang berada persis di pinggir jalan raya Prembun – Wadaslintang ini, yakni pepes nila dan nila balado. Dua masakan ini tidak mesti tersedia di rumah makan lain. Yang paling banyak dan pasti tersedia biasanya adalah nila goreng, nila bakar atau sup nila. Kenapa? Pasalnya, untuk mengolah pepes nila dan nila balado perlu cara khusus.
“Tidak semua orang bisa memasak pepes nila dan nila balado. Butuh waktu dan bumbu rempah-rempah khusus yang jika adonanya tidak pas bisa membuat olahan nila terasa sepah, tidak gurih”, ujar Eni Misdiani (60), pemilik gerai Pepes Nila Wadaslintang.
Pepes nila dan nila balado masakan Bu Eni yang kerap juga dipanggil Bu Biru – karena ornamen mencolok rumah makannya warna biru – memang terasa lain. Enak dan gurih. Bumbu rempah-remah meresap sampai ke daging nila yang empuk.
Pepes ikan nila olahan perempuan sepuh itu, dibungkus dengan daun pisang. Bumbu pepes yang berupa rempah-rempuh melumuri sekujur ikan nila hingga kulit dan daging nila tidak kelihatan. Daging ikan bisa terlihat bila lumuran bumbu telah dikeruk.
Bu Eni sengaja mengolah dan menyajikan pepes ikan nila dalam ukuran jumbo. Ukuran tersebut disediakan biar penikmat masakan ikan air tawar itu, marem untuk menyantap. “Malah, meski sudah mengolah yang jumbo, masih ada yang minta tanduk”, ucapnya, Senin (4/3)
Sedang nila balado diolah dengan model sayur dengan bumbu balado. Bila cara pengolahan pepes nila dibungkus dengan daun pisang, nila balado dimasak secara telanjang alias tak berbungkus daun apa pun.
Di luar olahan pepes dan balado nila, Bu Eni juga menyediakan nila goreng, nila bakar, soup nila maupun nila sayur. Menu lain itu dia sajikan agar bisa dipilih oleh pengunjung yang tidak suka menu pepes atau balado nila.
Komposisi Bumbu
Kenapa pepes dan balado olahan Bu Eni terasa lebih enak dan gurih? Perempuan bertubuh tambun ini pun mau buka rahasia. Dia mengatakan komposisi olahan terdiri ikan nila segar, bawang, bumbu rempah-rempah yang terdiri dari kemiri, jahe, kunir dan serai.
Selain itu, imbuh Bu Eni, masih ada bumbu lain berupa daun salam, lombok setan, tomat, gula dan garam. “Itu saja bumbunya dan tidak ada bumbu bahan pengawet sedikit pun. Semua diolah dengan cara tradisional dengan bara api bukan kompor gas”, tandasnya.
Meski tidak menggunakan pengawet, pepes ikan nila bisa tahan hingga tiga hari ke depan sejak pepes dimasak. Biar bisa menghasilkan rasa dan aroma pepes nila yang enak dan gurih, butuh Waktu cukupa lama dalam memasak. “Waktu yang dibutuhkan untuk memasak pepes nila hingga delapan jam. Lamanya waktu memasak akan mempengaruhi rasa dan keempukan daging pepes ikan nila ketika disantap. Duri ikan nila pun sampai lunak betul,” jelas Bu Eni.
Ikan nila segar didapat pemilik warung ala ndesa ini, dari hasil petani keramba di Waduk Wadaslintang. Setiap hari pihaknya menghabiskan ikan nila segar sebanyak satu kuintal. Jika sedang ramai bahkan habis satu kuintal lebih.
Warung Makan Pepes Nila kepunyaan Bu Eni memang berada di sekitar Waduk Wadaslintang. Hanya letak dari dermaga memang agak jauh sekitar satu kilo meter lebih. Meski jauh tapi mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan raya.
Menyinggung masalah harga, dia mengungkapkan untuk pepes atau balado ikan nila ukuran besar dihargai Rp 35.000, sedang Rp 25.000 dan yang kecil Rp 20.000. Olahan pepes atau balado bisa dimakan ditempat atau dibungkus untuk dibawa pulang.
Bila menikmati menu di warung, bisa mengambil tempat duduk secara lesehan atau duduk menggunakan dingklik kayu. Baik tempat duduk lesehan maupun duduk didingklik, masing-masing bisa menampung 10 orang.
Jika pas pengunjung penuh, pengunjung lain yang masih di luar dan belum dapat tempat duduk, harus sabar menunggu di pelataran warung. Karena warung ini memang berukuran kecil dan hanya berkapasitas puluhan orang.
Selama ini, pengunjung warung makan yang tak begitu besar ini, berasal dari wisatawan yang baru saja mengunjungi tempat wisata Lubang Sewu dan Waduk Wadaslintang maupun pengguna jalan yang kebetulan melintas di jalan raya Prembun-Wadaslintang.
Kalau ditempuh dari arah Wonosobo memang relatif jauh, karena butuh waktu perjalanan satu jam lebih untuk sampai lokasi. Namun jika pengunjung sudah berada di areal kawasan Waduk Wadaslintang, hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk sampai ke warung ini.
suarabaru.id/Muharno Zarka