MAGELANG – Untuk melestarikan aksara Jawa Kuna atau Kawi, kawula muda yang tergabung dalam Komunitas Aksara Kawi (Taksaka) membagikan ilmunya kepada mereka yang berminat, khususnya kepada anak-anak muda.
Seperti yang dilakukan Nugroho Wibisono (32), anggota Komunitas Taksaka. Dia beberapa hari lalu membuat pelatihan aksara Jawa Kuna di Museum BPK RI Magelang. Selain sinau (belajar) bersama, pelatihan ini juga wujud upaya pelestarian peninggalan nenek moyang bangsa Indonesia.
‘’Sejak tiga tahun lalu kami adakan pelatihan sebulan sekali secara gratis di dalam ruangan di museum ini. Bisa juga di luar ruangan, seperti jalan-jalan ke tempat-tempat yang berbau budaya,’’ ujarnya.
Dia menerangkan, awal mulai sinau bersama ini dari pengalamannya membuat pelatihan serupa di Sidoarjo, Jawa Timur, sekitar 4 tahun lalu. Reposnnya bagus, banyak yang ikut. Kemudian ingin membuat hal serupa di Magelang, dan gayung pun bersambut dengan respon yang juga positif.
‘’Mulanya tidak banyak yang tahu, lalu kami promosikan lewat media sosial sampai banyak yang tahu. Sinau di dalam ruangan pesertanya tidak sebanyak saat di luar ruangan yang bisa sampai 50 an peserta,’’ tuturnya.
Pelatih Aksara Jawa, Gunawan Agung Sambada ikut melatih pada kegiatan ini demi kejayaan nusantara di bidang bahasa. Juga rasa keprihatinan terhadap anak-anak muda masa kini yang nyaris tidak mengenal Hanacaraka. Padahal, aksara ini merupakan warisan budaya bangsa.
‘’Saya penjual miniatur yang kemudian bergabung di grup media sosial dan sering membahas temuan-temuan peninggalan zaman dulu dengan aksara Jawa Kuna yang kental. Peninggalan ini kadang bertuliskan aksara Jawa Kuna lengkap, tapi seringnya tidak lengkap,’’ terangnya.
Selain di Magelang, alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu juga kerap mengisi pelatihan di Museum Tantular Sidoarjo dan Museum Sonobudoyo Yogya.
Dia bertekad akan terus melatih siapapun yang ingin belajar aksara Jawa Kuna. ‘’Saya harap siapapun dengan latar belakang apapun bisa tertarik dengan aksara Jawa Kuna ini, dan ikut melestarikannya demi kejayaan bangsa,’’ harapnya.
Ika Dewi Retno Sari (48), salah satu peserta pelatihan mengaku, tertarik belajar aksara Jawa Kuna karena ingin menguasai warisan budaya asli bangsa tersebut. Selain juga karena memang berprofesi sebagai guru sejarah di Semarang, sehingga penting untuk menguasainya.
‘’Sangat penting belajar menulis huruf asli Indonesia ini untuk dapat mengetahui sejarah bangsa. Juga supaya dapat mengajarkan anak didik saya tentang sejarah aksara yang pernah membuat bangsa Indonesia jaya di masa lalu,’’ ungkap pengajar yang sudah mengikuti pelatihan ini sebanyak tiga kali. (Suarabaru.id/dh)