blank
Prosesi ritual Ceblok Tandur Waringin Pusering Batang yang syarat dengan nilai budaya.(Suarabaru.id/dok)

BATANG –  Ada sembilan prosesi ritual Ceblok Tandur Waringin Pusering Batang yang syarat dengan nilai budaya, bukan mengedepankan mistiknya tapi sebagai nguri – uri tradisi dan budaya jawa.

Dari sembilan ritual diantaranya upacara penjamasan pohon dengan penyiraman air bunga, penutupan penjamasan atau penyiraman air  oleh Bupati Batang  Wihaji, Wakil Bupati Suyono, Wakil Ketua DPRD Nur Untung Slamet Kasdin Batang Mayor Inf. Raji, Kapolsek Batang Asfauri dan Ketua Pengadilan.

” Pohon Ringin  memiliki makna simbolik sebagai pengayoman, wujud perlindungan, keagungan dan kemakmuran pemerintahan,” Kata Wihaji Usai melakukan ritual di Alun – Alun Batang, Rabu ( 29/8/18).

blank

Selanjutnya, penanaman ini karena pohon beringin mengalami roboh, terbakar dan rapuh karena termakan usia yang sudah mencapai ratusan tahun, dan jauh sebelumnya.  ‘’kita sudah musyawarahkan dengan tokoh agama, tokoh budaya, Majelis Ulama Indonesia untuk melakukan regenarasi pohon beringin. karena menurut sejarah pula bahwa alun – alun merupakan pusat peradaban Kabupaten Batang.’’katanya.

Prosesi ini, lanjut Wihaji. sebagai simbol guyub rukun mbangun Batang, maka harus nguri uri budaya, adat dan tradisi, bukan mistiknya tapi sebagai wahana promosi yang masuk dalam  kalender wisata. ‘’ke depan kita barengkan sengan penjamasan tombak Abirawa,”ungkapnya.

Dikatakan, dalam penanaman pohon beringin diambil pohon dari  Jogjakarta dan Surakarta, sehingga oleh budayawan dan tokoh agama menyarankan untuk mengabil dari Keraton Solo dan Ngayogyakarto Hadiningrat.

blank

” Percaya tidak percaya peristiwa ambruknya pohon ringin Batang bebarengan dengan Jogjakarta pada 2015, oleh karena itu kita tanam lima pohon beringin untuk mendampingi yang sudah ada, lima sebagai Pancasila,” jelas Wihaji.

Prosesi ritual menyedot perhatian masyarakat Kabupaten Batang yang sejak siang nunggu kirab ceblok tandur waringin, acara yang diakhiri dengan penandatangan prasasti, pemotongan nasi tumpeng dan  makan bersama masyarakat yang hadir dalam prosesi tersebut. (Suarabaru.id/sb)