SUASANA ceria, akrab, dan penuh kekeluargaan, mewarnai acara reuni lulusan tahun 1973 SMA Negeri 1 Sragen, di Kampung Kopi Banaran, Bawen, Kabupaten Semarang, 17-18 Februari 2018.
Layaknya anggota keluarga besar yang lama tidak berjumpa, ketika ada yang baru datang, kawan yang sudah lebih dulu tiba di lokasi langsung menyambut dengan bersalaman dan rangkulan penuh kehangatan. Selanjutnya, canda dan tawa senantiasa mewarnai berkumpulnya teman lama tersebut.
Nuansa kekeluargaan, telah tampak saat Sabtu pagi (17/2), empat mobil menjemput kedatangan rombongan dari Bogor, Jakarta, dan sekitar. Baik yang naik kereta dan turun di Stasiun Tawang, maupun yang naik bus.
Setelah berakrab-akrab dan bercanda – ria sejenak di stasiun, rombongan diajak mampir ke rumah penasihat panitia, Edi Susanto, untuk sekedar numpang mandi, minum kopi, dan melemaskan badan setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam.
Canda-ceria masih berlanjut saat makan pagi dengan menu soto. Kemudian rombongan kecil ini melanjutkan perjalanan menuju lokasi acara reuni di Banaran.
Makin siang dan menjelang sore, rombongan dari korwil Sragen, Solo, Yogyakarta, Jawa Timur, mulai berdatangan.
Suasana pun makin gayeng. Apalagi, ternyata rombongan dari masing-masing korwil membawa makanan sebagai buah tangan. Aneka macam makanan pun melimpah. Mulai dari ketela pohon khas Salatiga dari Suwarno, lunpia, arem-arem, beraneka kue termasuk moci dari Swie Kim (Semarang), sambal tumpang khas Sragen plus karak, gatot, kacang, dan lainnya.
Buah-buahan juga komplet, mulai dari pisang, salak 2 bagor (korwil Jogja), rambutan 2 bagor, hingga durian, semua buah tangan spontan dan atas inisiatif masing-masing.
‘’Kalau tahu makanan melimpah begini mending panitia nggak usah pesan snak ya,’’ canda Christanto yang selama ini didaulat sebagai ketua alumni 1973 SMAN 1 Sragen atau sering juga disebut SMA Cetro.
Sekitar pukul 19.00, usai Magrib, peserta pun berkumpul di ruang pertemuan dan acara dibuka oleh duet pembawa acara, Sri Mulyati dan Sri Mulyadi.
Setelah sambutan resmi selamat datang dari Ketua Panitia, Sri Hadi Marwoto, masing-masing korwil diberi kesempatan ‘’unjuk kebolehan’’.
Korwil Semarang yang terdiri atas Sri Hadi Marwoto, Edi Susanto, Sri Mulyadi (Semarang), Nugroho Indro dan Sri Mulyati (Salatiga), Sukarso (Ungaran), menampilkan tari yang diiringi lagu Gambang Semarang. Namun khusus di acara ini syairnya diubah menjadi:
SMA Cetro, datang kemari
Untuk reuni, aduh…
Sungguh ceria, wajah mereka
Kumpul bersama..
***
Sambil bernyanyi, dan minum kopi
Kaki bergoyang, aduh…
Sungguh gembira, jumpa bersama
Rekan 73 (Tujuh Tiga)
Ref:
Bersuka ria, gelak tertawa
Semua saudara, karena….
Hati tertarik, gerak gerik
Si kawan Lama…
***
SMA Cetro.., datang di sini
Menjadi senang, aduh…
Inilah dia, malam gembira
Teman SMA…
Berikutnya masing-masing rombongan korwil tampil dengan kreativitas dan kebolehannya. Bahkan korwil Jogja, yang selama ini tampil dengan kekhasannya sendiri, kali ini juga demikian. Mereka tampil memakai wig/ rambut palsu, bertopeng, disertai alat musik. Mereka bergaya layaknya aktris dan aktor manca negara.
Di akhir penampilan mereka, tim juri yang terdiri atas Suharsono, Hartono, Christanto, Sri Arini, dan Sihadi Marwoto, menetapkan korwil Jogja sebagai juara 1 dan Sragen juara 2, dan berhak mendapatkan hadiah yang telah disediakan panitia.
Acara makin heboh manakala Suharsono atau biasa dipanggil Prof Nano, berinisiatif mengapreasi pegiat grup WA teraktif. Pilihan ini jatuh pada Titik Budi S. Dia dinobatkan sebagai ‘’ratu WA’’ dan meraih hadiah khusus dari Prof Nano.
Acara selanjutnya ‘’berpacu dalam kenangan’’, dipandu langsung oleh ketua panitia. Bagi yang tebakannya tepat, juga diberi kesempatan menyanyikan sendiri, dan menerima hadiah. Acara pun berlanjut hingga sekitar pukul 01.00 Minggu dini hari.
Tahun Depan di Sarangan
Minggu pagi jam 06.00 peserta yang sudah memakai kaos seragam sumbangan khusus anggota korwil Jatim, Tun, berkumpul di area tengah perkebunan untuk olahraga senam tera dan maumere, dipandu instruktur senam yang didatangkan dari Salatiga oleh Ny Nogroho Indro.
Meski semua peserta sudah berusia di atas 60 tahun, namun semangat mereka masih nampak membara seperti 45 tahun lalu. Selanjutnya, seperti layaknya acara para remaja, situasi diwarnai foto bersama dengan berbagai gaya sambil mengelilingi kebun kopi yang berhawa sejuk.
Seusai makan pagi bersama, acara masih berlanjut, yakni menampung berbagai usulan dari peserta, termasuk menentukan lokasi reuni tahun 2019. Setelah acara ini pun masih diteruskan ngobrol dan menyanyi bersama. Ada juga yang memanfaatkan berfoto dengan teman dekatnya di beberapa lokasi.
Sebelum rombongan dari Sragen meninggalkan lokasi, terjadi adekan yang mengundang tawa. Saat Sri Mulyadi berakrab-akrab dengan Suwawi (Jakarta), tiba-tiba Suwawi membuka dompet dan mengeluarkan lembaran Rp 100 ribu diberikan ke Mulyadi.
‘’Jahatnya’’, Mulyadi dengan suka cita menceritakan kemujurannya itu ke Suharyono (Sragen). Adekan selanjutnya, Suharyono sewot dan ganti ”memburu” Suwawi untuk minta saweran juga, dan suasana pun menjadi riuh seperti masa-masa ketika masih di SMA.
Nuansa kekeluargaan juga masih tercermin saat para peserta akan kembali ke tempat tinggal masing-masing. Bagi yang kurang sehat ada yang diantar sampai rumah/tujuan. Sedang yang menggunakan kereta, juga diantar sampai stasiun.
Tanda-tanda kemeriahan acara, menurut Ketua Panitia Sri Hadi Marwoto, sudah terlihat dari saat pendaftaran peserta. ‘’Semula panitia memperkirakan peserta paling banyak 80 orang, ternyata di akhir pendaftaran mencapai 96 peserta, dan jumlah ini terbanyak dibanding acara reuni tahun sebelumnya. Mudah-mudahan tahun depan lebih banyak dan meriah lagi,’’ ungkapnya.
Acara reuni tahun 2019, direncanakan di kompleks wisata Telaga Sarangan, Jawa Timur. Sebagai penanggung jawab korwil Jatim, namun karena jumlah alumni 1973 SMAN 1 Sragen yang bermukim di Jatim tak banyak, pelaksanaannya dibantu korwil Sragen.
Bagi Christanto (Jakarta), Tun Santoso (Jatim), Edi Susanto (Semarang), Bagio (Jogja), acara reuni lulusan 1973 SMAN 1 Sragen ini, memang punya nuansa sendiri. Semua duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Antar-alumni beserta keluarganya saling menghargai, menghormati, dan memahami. Ketika acara reuni pun semua ikut berpartisipasi sesuai kapasitas masing-masing, tanpa ada yang merasa ditinggikan atau direndahkan.(SMNet.com/md)