SEMARANG – Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian menegaskan, Mencuatnya kasus muslim Uighur lebih pada persoalan politik akibat segelintir orang dari Uighur yang menggunakan kekerasan dan terorisme untuk melepaskan diri dari pemerintah yang sah. Jadi kasus muslim Uighur di Provinsi Xinjiang yang menjadi sorotan belakangan ini dipastikan bukan masalah agama.
”Kami sudah sampaikan kepada tokoh muslim sedunia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, di mana-mana kami bersahabat dengan muslim. Ini bukan masalah agama tetapi kedamaian negara yang dirusak oleh perilaku kekerasan, terorisme, dan sparatisme,” tegas Xiao Qian dalam dialog dengan sejumlah ulama dan tokoh perguruan tinggi di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Jalan Gajah Raya Semarang, Kamis (10/1).
Dubes Tiongkok tidak datang sendiri, namun ditemani sejumlah pejabat yakni Konsulat Jenderal di Surabaya Gu Jingqi, Kepala Bagian Politik Wang Shikun, Deputi Atase Pertahanan Kolonel Zhao Yunfei, Sekretaris Kedua Zhao Qiang, dan staf kedutaan Li Jibin dan Ma Xiao Xuan.
Mereka diterima Ketua Dewan Pelaksana Pengelola (DPP) Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Prof Dr H Noor Achmad MA beserta jajaran pengurus, mantan Gubernur Jateng KH Ali Mufiz, dan Asisten I Setda Jateng Heru Setiadi mewakili Gubernur.
Sejumlah tokoh pendidikan dan ulama juga ikut menyambut untuk memanfaatkan forum dialog tersebut. Para rektor/pemimpin perguruan tinggi yang hadir juga berkesempatan menjajagi kerja sama beasiswa pendidikan di Tiongkok. Rektor/pemimpin perguruan tinggi yang hadir antara lain Universitas Negeri Semarang (Unnes), Universitas Wahid Hasyim (Unwahas). Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, dan Universitas Semarang (USM).
Adapun ulama antara lain Ketua Umum MUI Jateng Dr KH Ahmad Darodji, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jateng Drs H Achmad, Ketua PWNU Jateng Drs H Muzammil, dan Rais Syuriyah PCNU Kota Semarang KH Hanief Ismail Lc. Sejumlah pengusaha juga terlihat dalam silaturahmi tersebut yaitu Sapto Hidajat dan Budi Kurniawan.
Ketua DPP MAJT Prof Dr KH Noor Achmad MA menjelaskan, kerja sama Tiongkok-Indonesia khususnya MAJT sudah berlangsung cukup lama terutama di bidang pendidikan. ”Angkatan pertama kami mengirimkan 10 orang dan sudah bergelar master (S2) dari Tiongkok. Gelombang dua sebanyak 7 orang. Semoga segera disusul jumlah yang lebih banyak,” katanya.
Bahkan kerja sama itu melebar ke Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) yang sudah melakukan tanda tangan kerja sama dengan Beijing Language Culture University (BLCU). Mantan Rektor Unwahas ini menilai kehadiran Dubes Tiongkok ke Semarang sangat tepat karena berkaitan dengan isu muslim Uighur Xinjiang yang ramai diberitakan di media massa.
”Kita jadi tahu dan mendengar langsung sebenarnya apa yang terjadi di Xinjiang. Kami malah berencana akan melakukan kunjungan ke Xinjiang,” tegas anggota DPR RI itu.
Dia sangat memahami apa yang dilakukan Pemrintah Tiongkok dalam menangani umat Islam di Xinjiang atau umat Islam di Tiongkok. Munculnya informasi yang beragam memengaruhi kesan tidak bagus dari umat Islam Indonesia terhadap Pemerintah Tiongkok. Karena itu perlu diluruskan oleh pihak-pihak yang mempunyai otoritas dan kewenangan. “Seperti yang dilakukan Dubes Tiongkok di hadapan para ulama di MAJT,” kata dia.
Selanjutnya, tambah Noor Achmad, dalam rangka mempererat persahabatan antara umat Islam Indonesia dengan Tiongkok, perlu ditingkatkan kerja sama di berbagai bidang, terutatama pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi.
Pemerintah Tiongkok, saran dia, juga harus berani membuka lebar-lebar informasi tentang umat Islam negeri itu dan mempersilakan kepada siapa saja untuk berkunjung ke daerah-daerah muslim. Hubungan antara umat Islam Indonesia dengan umat Islam Tiongkok bisa difasilitasi pemerintah atau antar lembaga terutama lembaga keagamaan dan masjid. Dalam waktu dekat agar kerja sama antara MAJT dan Pemerintah Tiongkok tidak terganggu maka pengurus MAJT dan beberapa ulama akan segera berkunjung ke Xinjiang.
“Atas nama MAJT berharap agar penanganan masalah muslim Xinjiang tetap mengedepankan keadilan, persahabatan, dan persaudaraan,” tandasnya.
Duta Besar pada kesempatan itu menyetujui usulan mantan Gubernur Ali Mufiz untuk mengakrabkan hubungan muslim Tiongkok dengan muslim Indonesia dilakukan tukar-menukar kunjungan silaturahmi.
”Nanti para ulama dari Tiongkok akan hadir ke pesantren-pesantren dan madrasah di Indonesia, ulama dan kiai Indonesia juga mendapat kesempatan mengunjungi negeri Tiongkok,” katanya.
Menikmati Jajan Pasar
Asisten I Heru Setiadi yang mewakili Gubernur Jateng mempersilakan dubes dan rombongannya untuk menikmati kuliner khas Jawa Tengah. ”Yang disuguhkan jajan pasar ada onde-onde, klepon, wingko babat, lemper, apem dan lain-lain,” katanya.
Kehadiran Dubes Tiongkok ke Semarang, menurut Gubernur sebagai napak tilas yang dilakukan oleh Laksamana Cheng Ho yang beberapa kali singggah di Kota Semarang dan meninggalkan jejak sejarah Kelenteng Sam Poo Kong.
Dubes Xiao Qian mengakui, kehadiran Laksamana Cheng Ho ke Semarang merupakan tonggak sejarah hubungan persahabatan Indonesia-Tiongkok. ”Kami hadir ke Semarang untuk melanjutkan persahabatan itu,” kata Xiao Qian.
Meski dia mengakui bukan seorang muslim namun rumahnya di Tiongkok berdekatan dengan bangunan masjid. Teman-temannya dari SD hingga SMA juga banyak dari kalangan muslim. Dukungan Pemerintah Tiongkok kepada Perjuangan Rakyat Palestina selama ini menunjukkan komitmen bahwa tidak ada persoalan agama antara muslim dengan Tiongkok.
Usai dialog, Dubes bersama rombongan menyempatkan singgah di Plaza MAJT.
Mereka terkagum-kagum saat melihat luasnya Plaza, bangunan masjid, enam buah payung raksasa, dan menara Al-Husna. (suarabaru.id/sl)