BLORA – Untuk memindahkan Pasar Induk Blora ke lokasi baru di Pasar Rakyat Sido Makmur, tidak hanya butuh waktu panjang 22 tahun lebih, tapi rencana itu sempat memantik polemik, dan aksi-aksi demo penolakan.
Awalnya digagas Pasar Induk direlokasi ke Pasar PON utara Kota Blora, dan keluar kompromi revitalasi tiga lantai, lengkap dengan sarana parkir, dan eskalator (tangga berjalan).
“Gagasan pindah lokasi sudah lama, sudah 22 tahun lebih diawali era Bupati Soekardi HP,” beber H. Umartono, pesiunan pejabat Pemkab Blora, Jumat (4/1).
Saat itu, lanjutnya, juga terjadi penolakan, dan muncul aksi demo dengan titik kumpul di halamana kantor Bupati dan gedung DPRD.
Jika sekarang terealisiasi, dan informasinya sekitar 2.400 pedagang, bakul, PKL pindah ke pasar baru, itulah perubahan dan kemajuan pembangunan di Blora.
“Ikut bangga, ada pasar baru yang menampung 2.400 bakul/pedagang,” tambanya.
Menilik fisik Pasar Induk Kota Blora, memang wajar kalau sering dicap terjelek diantara pasar-pasar kabupaten/kota di Jateng, karena kondisinya saat ini sangat memprihatinkan, dan jauh dari sebutan representatif.
Saat Blora dipimpin Bupati H Soekardi Hardjoprawiro (1989-1999), dan almarhum H Basuki Widodo (1999-2006), pasar di pusat kota yang dibangun pada 1973 sudah matang untuk dipindahkan.
Tiga Lantai
Kedua Bupati itu, lebih memilih relokasi di eks Pasar Hewan Pon, dan pasar hewan ditarik ke timur di Kecamatan Jiken (sekitar 10 kilometer dari Kota Blora).
Saat Bupati Basuki Widodo, ratusan pedagang sudah sempah dipindah sementara ke eks terminal lama (Blok T), dibuatkan kios-kios nonpermanen, dan ahirnya batal.
Rencana matang lainnya, adalah pengembangan revitalisasi berlantai tiga didukung area parkir yang memadai, rencana itu digagas pelaksana tugas (Plt) Bupati Ikhwan Sudrajat.
Bahkan (2015), Ikhwan Sudrajat sudah menyiapkan anggaran Rp 34 miliar plus Rp 11 miliar tahun anggaran berikutnya, pemetaan, maket dan studi kelayakan.
Rencana dan gagasan diatas memang gagal terwujud. Namun seperti beritakan sebelumnya, Bupati H. Djoko Nugroho berhasil membangun pasar baru untuk ditempati, sekaligus mengembangkan Blora selatan agar lebih hidup.
Sedikitnya 2.400 pedagang, bakul-bakul kecil, pedagang asongan, PKL, dan aktivitas lain di Pasar Induk Kota Blora yang sudah ditempati sejak 1973, segera pindah ke Pasar Rakyat Sido Makmur.
Sekitar 500 pedagang yang tidak terdata di Pemkab (Dindagkop & UKM), sementara ini menampati tanah kosong yang belum dibangun, jelas Kepala Dindagkop & UKM, H. Maskur.
Sedangkan 1.924 pedagang yang terdata, menempati kios di blok A, B, C (384 unit), ratusan kios dalam, ratusan meja dasaran, los sayur-mayur, dan lapak-lapak yang sudah disiapkan. (suarabaru.id/wahono)