JAKARTA (SUARABARU.ID)- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PPPA) meminta jajaran kepolisian di KabupatenSumba Tengah, Nusa Tenggara Timur untuk menindaklanjuti laporan ada kasus kawin tangkap (kawin culik) yang viral beberapa hari lalu.
“Kami mohon kepada jajaran kepolisian di Sumba Tengah, Sumba Timur, Sumba Barat Daya, dan Sumba Barat , Provinsi Nusa Tenggara Timur, untuk dapat membantu kami melindungi perempuan dan anak. Mari kita bersinergi bersama bagi kepentingan terbaik perempuan dan anak di Indonesia,” kata Menteri PPPA, Bintang Puspayoga dalam siaran pers yang diterima Jumat (26/5).
Bintang Puspayoga mengatakan, kasus kawin tangkap (kawin culik) yang terjadi di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur dan viral beberapa hari terakhir di media sosial dinilai sangat meresahkan masyarakat.
Menurutnya, tradisi (kawin culik, red) yang sudah diwariskan secara turun-temurun tidak sejalan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, khususnya terhadap perempuan dan anak. Yang praktik tersebut merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang mengatasnamakan sebuah budaya atau tradisi di masyarakat setempat.
“Budaya atau tradisi itu tidak statis tetapi dinamis. Dahulu, di Bali pernah berlaku praktik serupa seperti kawin tangkap di Sumba. Namun karena tidak sesuai dengan norma dan perkembangan zaman akhirnya praktik tersebut tergerus karena budaya tersebut tidak memberikan edukasi yang baik,” katanya.
Menurutnya, kasus di Sumba Tengah tersebut merupakan praktik kekerasan dan pelecehan terhadap kaum perempuan dan anak. Ia menambahkan, Kementerian PPPA ada sinergi bersama dengan jajaran kepolisian di Sumba Tengah, lembaga terkait, serta lembaga swadaya masyarakat setempat sehingga menjadi kekuatan bersama agar praktik kawin tangkap yang merugikan tersebut tidak terjadi lagi.
“Sebelumnya, kami sudah melakukan komitmen dengan Kapolda Metro Jaya untuk melindungi perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan eksploitasi. Kami juga berharap komitmen dari kepolisian di Sumba Tengah dan lembaga terkait, serta lembaga swadaya masyarakat setempat , agar praktik kawin culik tersebut tidak lagi terjadi dan juga tidak terjadi di daerah lain,” ujarnya.
Abaikan Kemanusiaan
Senada dengan Menteri PPPA, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani, mengatakan, kawin tangkap tidak ada hubungannya dengan budaya. Menurutnya, sebuah budaya pasti memiliki nilai dan unsur kemanusiaan, sedangkan praktik kawin tangkap yang dianggap sebagai budaya tersebut, jelas mengabaikan nilai kemanusiaan dan merugikan harkat dan martabat manusia.
“Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak termasuk jajaran kepolisian karena ini merupakan persoalan serius. Jika selama ini tidak ada laporan atas praktik ini, saya khawatir jangan-jangan korban tidak mau dan tidak bisa melapor karena takut dengan ancaman kekerasan yang akan dihadapi,” katanya
Menurutnya, data praktik kawin culik atau kawin tangkap tersebut sudah ada di empat wilayah di NTT, yakni Sumba Tengah, Sumba Timur, Sumba Barat Daya, dan Sumba Barat. Sedangkan, korban dari praktik tersebut yakni kaum perempuan yang berusia antara 16-26 tahun.
Yon-trs