TUBAN (SUARABARU.ID) – Kisruh kepengurusan Kelenteng (Tempat Ibadah Tri Darma/TITD) Kwan Sing Bio Tuban, Jatim, kian runyam. Itu setelah kelompok yang mengklaim kepengurusan baru masa bakti 2019-2022 berulah dengan mengadu domba pejabat di Tuban.
Terhadap ulah tersebut, pengurus dan penilik demisioner Kelenteng Kwan Sing Bio meminta mereka untuk berhenti bertindak sewenang-wenang. Anam Warsito, penasihat hukum kepengurusan baru, bahkan telah meminta aparat kepolisian untuk mengawal upaya membuka paksa kunci kantor dan penilik kelenteng.
Ketua Penilik (Demisioner) Alim Sugiantoro menyayangkan ulah itu. Menurut dia, polisi tak akan mau mengawal hal-hal yang tidak benar. Alim juga kecewa dengan tindakan yang dilakukan kepengurusan baru yang membuat surat permohonan kepada Bupati dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Tuban. Surat berisi tentang permohonan audiensi.
”Mereka memakai kop surat TITD Kwan Sing Bio yang bukan haknya. Ini sangat keterlaluan,” ungkap Alim yang berharap pemalsuan kop surat dan stempel ini diproses secara hukum.
Kepengurusan baru ilegal itu juga telah melakukan rapat pleno diam-diam di Wilis Resort Jenu pada 26 April lalu. Alim menegaskan khusus legalitas kepengurusan baru telah diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tuban dan tengah disidangkan dengan nomor perkara 11/Pdt.G/2020/PN.Tbn.
Sebelumnya, Anam Warsito mengirim surat kepada pengurus dan pemilik demisioner yang meminta penyerahan stempel dan kunci ruangan. Namun, pernyataan advokat itu dimentahkan Alim. ”Ini pembohongan publik. Hingga sekarang kami belum menerima surat dari Anam. Ini dilakukan hanya untuk mengacaukan suasana,” ujar pengusaha properti itu.
Bersikap Gentle
Alim meminta kepengurusan baru untuk bersikap gentle. Pasalnya, mereka yang terpilih sebagai pengurus belum disahkan notaris dan belum terdaftar di pengadilan negeri. Saat ini Kelenteng Kwan Sing Bio sementara ditutup hingga akhir Mei untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 .
Mengenai sengketa peralihan pengurus dan penilik kelenteng sudah dikuasakan kepada kantor advokat Yudi Wibowo dan rekan. Hal ini berarti cara pemilihannya ilegal, dan melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART). Kepenguruan baru memang memilih kucing-kucingan karena ilegal. Segala urusan mereka telah dikuasakan kepada Anam selaku penasihat hukum.
”Pengurus baru itu hasil kudeta, tidak prosedural, dan melanggar AD/ART. Undangan pemilihan tercantum pada 13 Oktober 2019, dan telah dibubarkan aparat keamanan demi kepentingan kamtibmas. Namun, mereka tetap melakukan pemilihan secara aklamasi yang jelas melanggar AD/ART,” ujar Alim.
Tindakan melanggar AD/ART itu telah dilaporkan Bambang Djoko Santoso, pengurus bidang pemuda dan olahraga (demisioner), melalui advokat Heri Tri Widodo ke Polres Tuban atas dugaan pemalsuan kop surat dan tanda tangan jabatan. Pihak terlapor adalah Tio Eng Bo yang mengaku sebagai ketua umum kelenteng dan Wahyu Susanto (sekretaris). Laporan tersebut tertanggal 30 April nomor STPL/161/V/2020/SPKT.
Sementara itu, Ketua Kelenteng (Demisioner) Gunawan Putra Wirawan menyayangkan manuver kepengurusan baru yang semakin ngawur. Dia menjelaskan Tio Eng Bio, ketua umum yang baru, merayunya agar mau melakukan serah terima jabatan. Namun, dia menolak karena status kepengurusan baru yang belum sah secara hukum.
”Saya bersedia menyerahkan jabatan kepada pengurus baru yang sah dalam musyawarah umat. Tentunya kepengurusan harus punya akte karena kebiasaan sejak 1975 setiap pergantian selalu didaftarkan ke notaris dan pengadilan negeri. Tanpa itu ya enggak bisalah,” papar Gunawan.
Dia juga telah melaporkan kepada ketua penilik tak pernah memberikan kop surat, dan menegaskan pemilihan harus legal dengan mematuhi AD/ART. ”Mengapa semua kegiatan tidak di kelenteng? Saya tak pernah menggugat siapa pun, malah beberapa kali digugat,” tandas Gunawan. (rr)