MAGELANG-(SUARABARU.ID)– Bagi sebagian masyarakat Jawa, menjelang bulan Ramadan ada tradisi unik yang dilakukan secara turun temurun , yakni tradisi nyadran.
Tradisi tersebut menjadi acara yang penting dan hampir tidak pernah terlewatkan di bulan Ruwah ( penanggalan Jawa ) sebelum bulan Ramadan.
Acara Nyadran terdiri atas serangkaian kegiatan, berupa upacara pembersihan makam, tabur bunga dan acara selamatan atau bancakan.
Hal serupa tidak pernah dilewatkan bagi masyarakat di Lereng Gunung Merbabu, tepatnya di Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang.
Masyarakat setempat tetap melaksanakan tradisi tersebut di tengah-tengah wabah Virus Corona, meskipun tata caranya dilakukan di luar kebiasan yang dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya.
“Untuk tahun ini, kegiatan Nyadran di Dusun Gejayan dilaksanakan berbeda dengan tahun- tahun sebelumnya. Yakni, tidak dilaksanakan secara berkumpul di makam Kyai Honggo Joyo (cikal bakal Dusun Gejayan, red). Melainkan dilaksanakan di halaman rumah masing-masing warga,” kata salah satu sesepuh Dusun Gejayan, Riyadi, Jumat ( 10/4).
Riyadi mengatakan, perubahan lokasi Nyadran tersebut dalam upaya untuk mencegah dan memutus mata rantai Virus Corona . Selain itu, juga mematuhi imbauan dari pemerintah agar tidak melaksanakan kegiatan yang bersifat mengumpulkan orang dalam jumlah banyak.
Menurutnya, sebelum pelaksanaan Nyadran tersebut dilakukan, beberapa hari lalu para tokoh masyarakat dusun setempat telah menyepakati pelaksanaan Nyadran tahun ini berbeda dari biasanya.
“Perbedaan tempat Nyadran dan sejumlah prosesi yang berbeda tersebut telah disepakati bersama, dengan tujuan tidak lain agar tradisi Nyadran yang telah turun- temurun dilaksanakan warga Dusun Gejayan tetap ada. Tetapi, tidak menyalahi imbauan pemerintah di tengah wabah Virus Corona yang masih merebak,” ujarnya.
Riyadi menambahkan, meskipun kegiatan Nyadran tersebut sedikit dilakukan perubahan, tetapi tidak mengurangi makna dari ritual tersebut.
Menurutnya, pelaksanaan Nyadran tersebut sebenarnya telah dimulai satu hari sebelumnya. Yakni, bagi kaum lelaki melakukan kegiatan membersihkan makam Kyai Honggo Joyo yang tidak jauh dari perkampungan tersebut.
Sementara itu, kaum perempuan di rumahnya masing-masing menyiapkan menu yang akan disajikan untuk keperluan tradisi itu. Seperti, memasak ingkung ayam jago, membuat nasi tumpeng dengan berbagai uba rampe-nya. Yakni, rempah kelapa, bergedel kentang atau di dusun tersebut warga menyebutnya ”Mata Bagong” serta lauk pauk lainnya.
Ingkung ayam nasi tumpeng dan lauk -pauk lainnya tersebut keesokan harinya dimasukkan ke dalam tenong (sejenis bakul yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat dan besar-red) dan disajikan dalam tradisi tersebut.
Uang “Wajib”
Tepat pukul 07.00 WIB, Sulis Prasetyo selaku Bayan ( Kepala Dusun) memukul kenthongan sebagai tanda agar semua warga melakukan persiapan.
Yakni, menggelar tikar di halaman rumahnya masing-masing sambil membawa keluar tenong yang berisi nasi tumpeng, ingkung ayam dan lainnya.
Di sisi lain, masing-masing Ketua Rukun Tetangga ( RT) berkeliling secara door to door untuk mengambil sesajen yang berupa kembang telon, kemenyan dan uang” wajib” yang sebelumnya telah dibungkus dalam daun pisang.
Setelah semuanya terkumpul, kembang telon dari masing-masing warga tersebut diletakkan di atas makam Kyai Honggo Joyo, sedangkan uang “wajib” tersebut diserahkan kepada kaum (modin).
Di makam tersebut dengan dilakukan ritual Nyadran yang diawali dengan membakar kemenyan dan dilakukan dengan memanjatkan doa untuk para leluhur dusun setempat. Ritual tersebut dipimpin Mulyono selaku Modin Dusun Gejayan.
Prosesi Nyadran tersebut tidak berhenti di situ saja, melainkankegiatan selanjutnya dilaksanakan dengan makan bersama yang
dilaksanakan di halaman rumah masing-masing warga.
Sebelum acara makan bersama tersebut dimulai, Mulyono kembali memimpin doa di masjid setempat, sementara warga tetap berada di halaman rumahnya.
Melalui pengeras suara dari masjid tersebut, Mulyono mengajak seluruh warga Dusun Gejayan berdoa agar semua diberi keselamatan. Kesejahteraan menjelang bulan Ramadan ini.
Pada kesempatan tersebut, ia juga berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa agar, pagebluk wabah Corona yang saat ini melanda seluruh dunia, khususnya di Negeri Indonesia cepat berakhir.
“Sumangga bapak ibu sedaya, kita dedongga mugi-mugi pagebluk Corona, ingkang sakmenika onten ing nagari kita enggal sirna. Lan masyarakat saged aktivitas malih kados sakderengipun ( Mari bapak ibu semuanya, kita berdoa agar wabah Corona ini segera berakhir dan masyarakat bisaberaktivitas seperti hari -hari biasanya),” ajak Mulyono.
Yon-Wahyu