BLORA (SUARABARU.ID)– Pratik pungutan liar (pungli) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soetidjono, Blora, Jawa Tengah, jadi bahan pembicaraan ramai masyarakat. Menyusul telah dilaporkannya dugaan pungli itu ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Pelapornya adalah kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM), Jumat (13/3/2020), dengan menyertakan laporan tertulis dan bukti lapangan.
“Kedatatangan kami di Kejari, adalah untuk melaporkan dugaan pungli di RSU dr Soetidjono,” beber Eko Arifianto, juru bicara GERAM pada media.
Selain surat laporan, GERAM membawa bukti berupa struk pembayaran obat (nebus obat), dan Peraturan Bupati (Perbub) Nomer 29 Tahun 2011 tentang pungutan pelayanan farmasi di RSUD.
Diungkap Eko, di dalam struk pembayaran terdapat angka sebesar Rp 6.000, tertulis sebagai uang jasa pelayanan.
Bahkan sebelum melapor ke Kejari, sejumlah pihak sudah klarifikasi ke Bagian Hukum Setda Blora, dan ada Perbup tertulis jasa pelayanan farmasi sebesar Rp 3.500, ada selisih Rp 2.500.
Jika dikalikan sekian orang berapa nilainya, dan anehnya struk itu diminta lagi diganti yang tidak ada rinciannya, imbuh Eko.
Ternyata GERAM tidak hanya melaporkan ke Kejari, tapi juga mengiri tembusan laporan ini ke Ombudsman RI dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah.
Saat di Kejari Blora, laporan dugaan pungli di RSUD diterima Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejari setempat, Muhammad Adung.
“Laporan saya terima, besok setelah Pak Kajari datang akan kami koordinasikan, dan kami kabari hasilnya,” jelas Adung
Ada Subsidi
Sementata itu Direktur RSUD dr. Soetidjono Blora, dr Nugroho, membantah adanya pungutan liar di institusinya seperti dilaporkan ke Kejari.
“Tidak ada pungutan liar disini, semua yang tercantum di struk, berdasarkan Perbub dan ada Perarturan Direktur (Perdir), dan ini berlaku disemua RSUD bukan Blora saja,” jelasnya.
Menurut Nugroho, ini hanya mis komunikasi saja, selanjutnya secara rinci berdasarkan Perbup yang baru per 1 Februari, ada beberapa item dalam pelayanan di RSUD dr. Soetidjono.
Pertama jasa pelayanan Farmasi senilai Rp 3.000, kedua pelayanan jasa sarana Rp. 2.000, dan jasa habis pakai seperti label sebesar Rp 1.000.
Jadi jumlah totalnya Rp 6.000, karena untuk akreditasi label harus cetak tidak boleh manual, jelasnya lagi.
“Soal uang jasa itu, kami siap dikonfirmasi dan menjelaskan secara rinci,” tambah Nugroho.
Ditambahkan, bahwa sebenarnya yang jasa habis pakai besaranya Rp. 3.000, namun hanya hanya dikenakan Rp 1.000, untuk yang Rp 2.000 adalah subsidi,” pungkas Direktir RSUD dr. Soetijono, Kota Blora.
Wahono-Wahyu