SEMARANG– Ketua Dewan Pengelola pelaksana (DPP) Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Prof Dr KH Noor Achmad MA menegaskan, tumbuh pesat MAJT saat ini tidak lepas dari kuatnya komitmen para pengelola dalam mengimplementasikan nilai-nilai filosofi yang terukir di arsitektur masjid. Sehingga, ke depan kebesaran dan kemaslahatan MAJT tetap akan meneguhkan filosofi yang dirumuskan para pendiri.
“Tidak mungkin para pengelola mengembangkan MAJT tanpa landasan filosofi. Justru landasan ini yang akan terus dipegang teguh sebagai jatidiri,” tegasnya di hadapan ribuan peserta pengajian Asmaul Husna dalam rangka memeringati HUT ke-16 MAJT, Rabu (5/9/2018) malam.
Para tokoh yang hadir pada mujahadah Asmaul Husna yang dipimpin Drs KH Amdjat Al-Hafidz, selain unsur Forkompimda Jateng, para kiai sepuh, juga unsur DPP MAJT antara lain Wakil Ketua KH Hanif Ismail Lc, Sekretaris Drs KH Muhyiddin MAg, Bendahara Nurhadi SE Msi, Wakil Sekretaris Drs H Istadjib AS.
Prof Noor mengurai, filosofi MAJT yang terukir dalam arsitektur masjid oleh para pendiri memang dirancang untuk mendunia. Gabungan dari berbagai arsitektur dunia seperti Mekkah dalam bentuk lingkungan masjid dan menara, Madinah lewat payung raksasa di Plasa, kemudian arsitektur melengkung di plasa sebagai cermin arsitektur Eropa dan ruang utama masjid berciri masjid agung Demak, sebagai ciri arsitektur Jawa.
Menurutnya, pesan dari arsitektur ini, dakwah MAJT diharapkan dapat menembus internasional, dengan membawa Islam damai yang mengayomi semua lapisan masyarakat lintas suku, etnis, golongan dan agama. Oleh karenanya ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh para pengelola masjid.
Persyaratan tersebut antara lain harus mampu membawa masjid ke reputasi internasional dengan menyiarkan Islam yang damai, wasatiyah dan rahmatan lil alamin. Kemudian harus dapat mengikuti dan menyatu dengan budaya-budaya yang berkembang baik di Indonesia, budaya Jawa, Timur Tengah dan Eropa.
“Selain itu, pengelolaan juga harus mampu menyerap aspirasi masyarakat. Mengingat MAJT dibangun dari amal dan kebaikan masyarakat khususnya masyarakat Masjid Agung Semarang (MAS) dan masyarakat Jateng,” jelas Prof Noor Achmad, sembari menambahkan MAJT berdiri juga sebagai gabungan atas kerja sama antara rakyat dan pemerintah.
Untuk menegakkan nilai-nilai filosofi tersebut, maka pengisi kajian di MAJT wajib lolos selektif ketat para pengelola. Mereka yang lolos seleksi, yang siarnya sesuai aspirasi masyarakat. Dakwah wasatiyah yakni yang toleran dan menjabarkan Islam yang rahmatan lil alamin. Bagi yang tidak sesuai koridor tersebut pasti ditolak.
Menurutnya, MAJT besar berkat konsep yang dikembangkan menjadikan sebagai tempat berlindungnya umat lain hingga merasa terayomi dan mampu menciptakan kerukunan dalam kehidupan beragama.
“Siapa pun dan agama apa pun, semuanya kita ajak untuk ikut memiliki MAJT dan hingga merasa nyaman berada di lingkungan MAJT. Semangat bersaudara dengan semua kekuatan yang berbeda ini yang akan terus kita kembangkan,” tegasnya.
Persyaratan berikutnya, pengelola MAJT harus mampu mengoptimalkan masjid agung sebagai destinasi wisata hingga internasional. Hal ini juga berhasil dibuktikan, dengan semakin pesatnya kunjungan internasional ke MAJT selain kunjungan domestik yang angkanya peningkat pesat. Hal ini menunjukkan keberadaan MAJT semaikin diterima oleh semua kalangan dan masyarakat dunia. (suarabaru.id/sl)