ADA MITOS, gurat belang pada Kayu Timoho, itu muncul setelah pohonnya dikosoti (disentuh tubuh) macan (harimau) atau disentuh oleh satwa liar lainnya. Gurat belangnya muncul secara alami, dan sangat indah manakala dibuat untuk warangka (wadah) atau sarung keris pusaka.
Dalam Buku Ensiklopedi Keris (Bambang Harsrinuksmo), dituliskan, warangka dari bahan Kayu Timoho disukai masyarakat penggemar perkerisan di wilayah Yogyakarta, Madura, Jatim, Bali, Nusa Tenggara. Masyarakat Surakarta yang senang Kayu Cendana pun, juga suka terhadap Kayu Timoho dan Kayu Awar-awar. Orang Palembang, Jambi dan Riau, senang dengan Kayu Gaharu, Kemuning, Trembalo atau Kayu Ambon (Bongka Ciau).
Kayu Timoho atau Katimaha (Kleinhovia hospita L.), adalah satu-satunya spesies dalam genus Kleinhovia, famili Malvaceae. Kayu ini tumbuh alami di Indonesia, Malaysia dan sebagian wilayah lain di Benua Asia. Tinggi pohonnya dapat mencapai 20 Meter (M).
Di Wikipedia, disebutkan, Pohon Timoho dalam Bahasa Inggris disebut Guest Tree. Dikenal banyak memiliki nama daerah, orang Ambon menamainya katimahar, kinar. Suku Sunda menyebut tangkèlè, tangkolo. Masyarakat Jawa menamai sebagai kayu katimaha, timaha, katimanga, timanga, kayu tahun timoho.
Orang Lampung dan Medan Sumatera Utara, menamai mangar. Di Sumba (nundang), di Sulut (bintangar, bintanga, bintang, bitangal, bintana, wintangar). Di Maluku Utara (ngĕdèdo, ngĕdèdoro, dèdoro, ngaru), Makasar (kayu paliasa, kauwasa), Suku Bugis (aju pali, wèu).
Masyarakat di Pulau Dewata (Bali), menyebutnya sebagai Kayu Purnama Sidhi atau Timahan. Masyarakat Pulau Lombok (NTB), menamainya sebagai kayu Brura. Di Pulau Sumbawa disebut Kayu Barora. Warga Flores, menyebut sebagai Kayu Kalanga.
Gaib
Kayu Timoho memiliki warna pucat kekuningan dengan belang gurat coklat kehitam-hitaman. Sebagian masyarakat berkeyakinan, Pohon Timoho ada penunggu gaibnya. Tidak sembarang orang berani menebang. Hanya Blandong (penebang) kayu berpengalaman saja yang berani, dengan disertai ritual kenduri selamatan dan memilih hari baik untuk penebangannya.

Kayu Timoho banyak digunakan untuk membuat warangka dan ukiran (gagang pegangan) keris, warangka tombak dan biji tasbih. Di tangan Mranggi (seniman pembuat warangka), kayu Timoho dapat dibuat menjadi karya seni yang elok. Gurat-gurat belang pada Kayu Timoho, menjadi hiasan alami dengan sebutan pelet, kendit, tutul dan lain-lain.
Tidak semua pohon Timoho memiliki gurat-gurat (warna coklat atau hitam). Konon, hanya pada Pohon Timoho yang pernah tersentuh badan macan (harimau) atau satwa liar, yang muncul gurat-gurat alaminya. Tapi ada yang berpendapat ain, gurat-gurat indah pada Kayu Timoho, itu muncul karena perkembangan pohonnya mengalami sakit, yang menjadikan pertumbuhannya menjadi tidak normal.
Kemunculan gura-gurat belang alami pada Timoho yang dibuat warangka keris, mampu memberikan nilai lebih bagi yang memakainya. Yakni mampu memberikan pancaran aura kewibawaan, yang menjadikan pemakainya merasa mantap.
Di Yogyakarta, Timoho termasuk jenis kayu yang sangat dihargai. Timoho dijadikan nama jalan dan nama kampung. Timoho, termasuk kayu yang memiliki daya magis yang sarat fllosofi. Bahkan dipercaya memiliki kandungan aura positif, sebagai penolak bala atau bencana.
Disebutkan, saat Gunung merapi meletus pada Tahun 2010, banyak rumah warga yang berada di lereng puncak terbakar oleh panasnya lahar. Tapi rumah-rumah yang dibangun dengan menyertakan kayu Timoho, aman tidak ikut terbakar.(Bambang Pur)