Oleh: Dr. Muh Khamdan
Kembalinya Persijap Jepara ke Liga 1 setelah menaklukkan PSPS Pekanbaru dengan skor tipis 0-1 menjadi tonggak sejarah bagi klub berjuluk Laskar Kalinyamat. Keberhasilan ini menegaskan bahwa Persijap, yang sempat tenggelam setelah degradasi pada 2014, mampu bangkit dari keterpurukan, termasuk menghadapi krisis finansial dan manajerial yang sempat mengancam eksistensinya. Dengan promosi ini, Persijap tidak sekadar menapak ke kasta tertinggi, tetapi juga membawa harapan besar bagi perkembangan ekosistem sepak bola di Jepara.
Jepara memiliki catatan panjang dalam sejarah sepak bola nasional. Pada tahun 1982, klub ini menorehkan prestasi dengan menjuarai Piala Suratin setelah mengalahkan Persib Bandung melalui drama adu penalti 4-2 di Semarang. Sebelum itu, Jepara juga pernah berjaya dengan meraih Piala Makuratama 1973 setelah menumbangkan Persipa Pati di Salatiga. Namun, peristiwa tragis menyertai kemenangan tersebut ketika sejumlah pemain tersambar petir, menyebabkan Kamal Djunaidi meninggal dunia dalam laga yang berakhir 1-0. Nama Kamal Djunaidi kemudian diabadikan sebagai nama stadion kebanggaan Jepara.
Sepanjang sejarahnya, Jepara terus melahirkan talenta-talenta muda yang berkontribusi bagi sepak bola nasional. Pada 1998, Jepara kembali meraih Piala Suratin dengan menaklukkan Persebaya, lalu mengulang sukses serupa pada 2002 setelah menaklukkan PSIS Semarang. Prestasi ini menunjukkan bahwa Jepara memiliki potensi besar dalam pembinaan pemain muda. Kini dengan kembalinya Persijap ke Liga 1, momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun ekosistem sepak bola yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan adalah memperkuat organisasi dan manajemen klub. Persijap harus memastikan sistem tata kelola yang transparan dan profesional agar tidak mengulang krisis keuangan seperti yang terjadi sebelumnya. Pengelolaan keuangan yang sehat, investasi dalam infrastruktur, serta peningkatan kualitas pelatih dan staf menjadi faktor krusial agar Persijap dapat bersaing secara berkelanjutan di Liga 1.
Jepara juga perlu mengembangkan kompetisi lokal yang berjenjang. Turnamen usia muda dari tingkat desa hingga kabupaten dapat menjadi ajang pencarian bakat bagi calon pemain Persijap di masa depan. Kompetisi seperti Piala Suratin atau turnamen antar-Sekolah Sepak Bola (SSB) harus terus didukung agar menjadi jalur regenerasi pemain yang konsisten.
Sarana latihan yang memadai juga harus menjadi prioritas. Stadion Kamal Djunaidi yang selama ini menjadi kandang Persijap perlu mendapatkan pembenahan agar memenuhi standar Liga, baik dari aspek fasilitas pemain, keamanan penonton, hingga kenyamanan bagi tim tamu. Stadion Gelora Bumi Kartini (GBK) yang sudah secara rutin dijadikan lokasi sakral bagi Persijap menjamu tamu-tamunya, sudah direnovasi untuk mencapai fasilitas standar FIFA. Selain itu, pembangunan akademi sepak bola yang terstruktur akan menjadi investasi jangka panjang dalam menyiapkan pemain-pemain berbakat dari Jepara.
Dukungan terhadap sepak bola wanita juga menjadi aspek yang patut diperhatikan. Persijap Putri telah menunjukkan perkembangan pesat dengan bersinar di ajang Milklife Soccer Challenge pada tingkat anak-anak. Prestasi ini membuktikan bahwa Jepara juga memiliki potensi besar dalam sepak bola putri, yang seharusnya mendapat perhatian lebih melalui pembinaan usia dini serta peningkatan kompetisi yang berjenjang.
Selain pembinaan pemain, Jepara juga harus membangun budaya sepak bola yang lebih luas. Antusiasme suporter Laskar Kalinyamat harus dikelola dengan baik melalui program edukasi dan komunitas yang lebih erat. Tiga ordo suporter fanatik, yaitu Barisan Suporter Persijap Sejati (Banaspati), Jepara Tifosi Mania (Jetman), dan Curva Nord Syndicate (CNS) mesti selalu dikoordinir untuk selalu memberikan keuntungan dalam pencapaian prestasi, daripada ultras dan aksi vandalisme yang justru merugikan dalam kompetisi. Klub harus menjadi bagian dari identitas masyarakat Jepara, yang tidak hanya mendukung tim di lapangan, tetapi juga terlibat dalam berbagai aktivitas sosial yang memperkuat keterikatan dengan klub.
Jepara memiliki peluang besar untuk menjadi salah satu pusat pengembangan sepak bola di Indonesia. Dengan sejarah panjang yang membanggakan, dukungan masyarakat yang kuat, serta keberhasilan Persijap kembali ke Liga 1, momentum ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Tidak hanya untuk mencetak prestasi di liga tertinggi, tetapi juga untuk membangun sistem sepak bola yang mandiri dan berkelanjutan.
Keberhasilan Persijap harus menjadi inspirasi bagi generasi muda Jepara untuk terus berkembang dalam dunia sepak bola. Pemerintah daerah, akademisi, dan pelaku industri olahraga harus bersinergi dalam menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan sepak bola lokal. Tanpa strategi yang jelas dan dukungan yang berkelanjutan, kesuksesan ini bisa menjadi sekadar momen sesaat tanpa fondasi yang kuat untuk masa depan.
Jepara memiliki potensi besar untuk menjadi contoh model pengembangan sepak bola daerah yang sukses. Dengan perencanaan yang matang, investasi yang tepat, dan dukungan dari berbagai pihak, Persijap tidak hanya bisa bertahan di Liga 1, tetapi juga berkembang menjadi kekuatan baru dalam sepak bola nasional. Kini, tantangan berikutnya adalah bagaimana membangun sistem yang kokoh agar kejayaan ini tidak hanya menjadi nostalgia, tetapi juga masa depan yang cerah bagi sepak bola Jepara.
Muh Khamdan, Doktor Studi Agama dan Perdamaian UIN Jakarta; Suporter Persijap