blank
Tambak udang yang mulai merebak kembali di Karimunjawa. Foto: Dok

blank

Oleh : Dr. Djoko T Purnomo, S.H., M.H.

Karimunjawa, salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Jepara, kini menghadapi ancaman serius akibat maraknya tambak udang vaname yang tetap beroperasi meskipun Perda No. 4 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara secara tegas melarang aktivitas tersebut. Fenomena ini menjadi ujian bagi pemerintah daerah dalam menegakkan aturan dan menjaga tata ruang serta kelestarian ekosistem laut.

Bertentangan dengan Perda

Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat dan aktivis lingkungan di Karimunjawa menemukan kembali keberadaan tambak udang vaname di Desa Kemujan. Setidaknya ada empat petambak yang beroperasi di lahan Areal Penggunaan Lain (APL), yang menjadi wewenang Pemkab Jepara. Para petambak yang diidentifikasi dengan inisial S, K, M, dan SR tetap menjalankan usaha mereka meskipun regulasi secara tegas telah melarang budidaya udang di wilayah ini.

Situasi ini memicu reaksi dari masyarakat dan aktivis Lingkar Juang Karimunjawa, yang menyampaikan aspirasi serta kecemasan mereka kepada pejabat setempat. “Berdasarkan Perda RTRW tersebut, masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Karena itu kami menyampaikan temuan kami kepada bapak-bapak,” ujar Bambang Zakariya, yang akrab disapa Bang Jeck.

Namun, hingga saat ini, belum ada tindakan tegas dari Satpol PP sebagai penegak perda serta Dinas  Perikanan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas PUPR yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan tata ruang dan lingkungan. Camat Karimunjawa sebagai perwakilan pemerintah daerah telah memanggil para petambak dan meminta penjelasan dan meminta empat petambak untuk membuat pernyataan dengan batas waktu 1 X 24 jama

Lemahnya Wibawa Hukum dan Tata Ruang

Ketidaktegasan dalam menindak pelanggaran ini berpotensi menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum dan tata ruang di Jepara secara keseluruhan. Jika aturan yang telah dibuat tidak ditegakkan, maka akan muncul persepsi bahwa peraturan hanya bersifat formalitas tanpa konsekuensi nyata bagi pelanggar.

Dampak negatif dari pembiaran ini dapat mencakup beberapa aspek berikut:

Pertama, Melemahkan Wibawa Pemerintah dan Penegakan Hukum

Pembiaran terhadap tambak ilegal dapat menjadi indikasi lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Jika pelanggaran ini tidak mendapat sanksi, maka pelaku usaha lain mungkin akan merasa bebas melakukan pelanggaran serupa, baik dalam bidang tata ruang maupun di sektor lainnya.

Kedua, Ancaman Serius terhadap Ekosistem dan Pariwisata Karimunjawa

Sebagai kawasan konservasi, Karimunjawa memiliki ekosistem laut yang kaya. Namun, limbah tambak udang berpotensi mencemari laut, merusak terumbu karang, dan mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Jika hal ini dibiarkan, daya tarik wisata Karimunjawa bisa menurun, mengancam perekonomian masyarakat yang bergantung pada sektor pariwisata.

Ketiga, Krisis Kepercayaan Publik terhadap Pemerintah

Masyarakat telah menyampaikan keluhan dan laporan mereka, namun belum ada tindakan konkret dari Pemkab Jepara. Jika kondisi ini berlanjut, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah akan semakin tergerus. Keadaan ini bisa berdampak pada tingkat kepatuhan masyarakat terhadap aturan lainnya, karena mereka melihat bahwa hukum tidak ditegakkan secara adil dan konsisten.

Keempat, Potensi Korupsi dan Kolusi dalam Tata Ruang

Jika tambak udang tetap beroperasi tanpa hambatan, ada kemungkinan bahwa terdapat pembiaran atau perlindungan dari pihak tertentu. Hal ini bisa menjadi indikasi adanya korupsi, kolusi, atau penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan tata ruang. Jika dibiarkan, tata kelola pemerintahan di Jepara bisa semakin rentan terhadap praktik-praktik yang merugikan kepentingan publik.

Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah Kab Jepara

Untuk menghindari dampak yang lebih luas, Pemkab Jepara harus segera mengambil tindakan tegas dengan langkah-langkah berikut:

Penegakan Perda secara Tegas

  • Satpol PP harus segera turun ke lapangan untuk menutup tambak udang ilegal dan memberikan sanksi tegas kepada para pelanggar
  • Jika ada pelaku usaha yang tetap membandel, Pemkab Jepara harus memberikan sanksi administratif hingga hukum sesuai dengan regulasi yang berlaku

Koordinasi Antarinstansi

Camat Karimunjawa harus melaporkan kasus ini secara resmi      kepada bupati dan memberikan pertimbangan konkret.

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan DKP perlu melakukan              investigasi dampak limbah tambak terhadap lingkungan dan        memberikan rekomendasi langkah-langkah mitigas

Transparansi dan Akuntabilitas

Pemkab Jepara harus menyampaikan kepada publik apa yang telah dan akan dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini.

Jika ada dugaan keterlibatan pejabat dalam pembiaran tambak ilegal, harus ada investigasi menyeluruh dan sanksi bagi pihak yang terlibat.

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawasan Tata Ruang

Pemerintah harus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengawasan tata ruang, termasuk dengan menyediakan mekanisme pengaduan yang lebih efektif dan transparan.

Kesimpulan

Keberadaan tambak udang vaname di Karimunjawa yang bertentangan dengan Perda No. 4 Tahun 2023 menjadi ujian besar bagi wibawa hukum, tata ruang, dan integritas pemerintahan di Jepara. Jika regulasi yang telah dibuat tidak ditegakkan, maka akan muncul preseden buruk yang membuka peluang bagi pelanggaran tata ruang lainnya, memperburuk kondisi lingkungan, dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

– Tindakan tegas dari Pemkab Jepara menjadi kunci dalam menyelesaikan permasalahan ini. Jika tidak segera ditangani, dampaknya bisa meluas, tidak hanya bagi lingkungan Karimunjawa tetapi juga bagi kredibilitas pemerintah dalam menegakkan aturan.

-Masyarakat menunggu bukti nyata, bukan sekadar janji atas aturan di atas kertas dengan nama Perda RT RW yang telah diundangkan.  Kini nyali Penegakan Hukum dan Tata Ruang di Jepara benar-benar  sedang di uji.

Penulis adalah aktivis tinggal di Jepara