blank
Duet dalang muda yang tengah naik daun, Ki Alifian Nur Rochmad dan Ki Wahid Ahsan Hidayat, menyajikan episode goro-goro dengan menyuguhkan alunan Lagu Bengawan Solo yang diiringi instrumen gamelan.(Dok.Sanggar Panji Wulung)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Memasuki episode Goro-goro (keluarnya Panakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong) pada pementasan wayang kulit, lagu legendaris Bengawan Solo disajikan dalam irama dendang tembang dengan iringan gamelan. Terdengar nyamleng (enak nikmat).

Demikian yang terjadi pada event wisata budaya pakeliran wayang kulit Malem Minggu Legen. Pentas wayang kulit yang menyajikan Lakon Gujali Suta tersebut, dimainkan dua dalang Ki Alifian Nur Rochmad dan Ki Wahid Ahsan Hidayat. Untuk bisa tampil mendalang bersama, bentang kelir yang dipisah menjadi dua bagian.

Sebagaimana diberitakan (suarabaru.id, 19/1/25), pakeliran wayang kulit oleh duet dalang muda yang tengah naik daun tersebut, dipentaskan dalam peringatan hadeging (berdirinya) pasinaon (kursus) pedalangan Sanggar Panji Wulung, Kabupaten Wonogiri, Jateng. Tempatnya di Gedung PKK Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Seniman Dalang Ki Eko Sunarsono SSn yang alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, menyatakan, pencetus pertama yang menyajikan lagu keroncong diiringi instrumen gamelan adalah Dalang Kondang (Alm) Ki Narto Sabdo. ”Sejak beliau masih menjadi seniman pengendang di Group Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo, Semarang.

Pada awalnya, inovasi garap gending yang dilakukan Ki Narto Sabdo mendapat kritikan dari para Empu Karawitan. ”Dianggap menyimpang dari pakem (aturan baku),” ujarnya. Namun beliau terus berkarya dan sukses menciptakan kreasi garap gending secara modern. Sampai akhirnya, masyarakat penggemar wayang orang dan wayang kulit, dapat menggandrungi (menyenangi) karya terobosan inovasi kreasinya.

”Tidak hanya Bengawan Solo, hampir semua lagu keroncong dan irama langgam, dapat diiringi dengan instrumen gamelan. Biasa menggunakan laras Pelog Pathet Enem,” ujar Ki Eko Sunarsono. ”Tapi bisa juga menggunakan aransemen gamelan Laras Slendro Pathet Sanga,” timpal Kisu Tarman Nyeni Djawi yang seniman dalang dan juga seniman pangrawit serta musisi musik Campursari.

Mendunia

Penegasan sama, juga disampaikan oleh Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Wonogiri, Panggah Triasmara Budhaya SSn, MM. ”Kathah lagu keroncong ingkang saged pun iringi mawi gamelan (Banyak lagu keroncong yang dapat diiringi dengan gamelan),” ujar Panggah yang alumni ISi Surakarta ini.

blank
Pemerintah Indonesia pada Tahun 2020, mengeluarkan perangko seri foto Gesang dengan nilai nominal Rp 3.000,-(Dok.Ist)

Lagu Bengawan Solo, dicipta oleh komponis, penyanyi dan musisi (Alm) Gesang Martohartono (1 Oktober 1917 – 20 Mei 2010), seorang Maestro Keroncong Indonesia, yang lahir dan bermukim serta meninggal di Kota Solo, Jateng. Bengawan Solo ciptaan Tahun 1940, berhasil menjadi karya yang mendunia. Syairnya diterjemahkan setidaknya ke dalam 13 bahasa, termasuk Bahasa Inggris, Bahasa Rusia, Bahasa Mandarin (Tionghoa) dan Bahasa Jepang.

Gesang Martohartono, juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu patriotik dan lagu-lagu nasional yang ikonik budaya Nusantara, seperti Indonesia Pusaka (ciptaan pertama Tahun 1931), Di Bawah Sinar Bulan (1942) dan Lagu Kebangsaan (1942), Lagu Jembatan Merah (1943) atau dua tahun sebelum meledaknya pertempuran di Kota Pahlawan Surabaya.

Pada saat acara malam resepsi peresmian Bendungan Serbaguna (Waduk Gajahmungkur) Wonogiri atau Tanggal 17 November 1981 malam, seusai Waduk Gajahmungkur diresmikan Presiden RI Soeharto, Gesang dihadirkan untuk menyanyikan langsung Bengawan Solo sebagai tembang ciptaannya.

Saat itu, muncul wacana agar Gesang (penerima Gelar Pahlawan Nasional Indonesia Tahun 2014) diminta dapat mencipta lagu Bengawan Solo Baru, yakni pasca-pembangunan Waduk Gajahmungkur. Waduk legendaris yang menenggelamkan 51 desa di 7 kecamatan di Kabupaten Wonogiri. Atas permintaan itu, Gesang, penerima Anugerah Bintang Mahaputera Utama (2015) yang menerima pula Gelar Pahlawan Nasional Indonesia Tahun (2014), hanya menjawab dengan senyuman.(Bambang Pur)