Tim Kejari Wonogiri bersama Polsek Pracimantoro Polres Wonogiri, menggelar sosialisasi kedudukan hukum adat terhadap hukum nasional, di Balai Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri.(Dok.Ist)

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Masyarakat, diimbau jangan memaksakan pemberian sanksi denda, dengan mencari pembenaran demi hukum adat. Sebab, itu dapat menjerumuskan diri sebagai tindakan pemerasan dan dapat menjadi tindak pidana.

Imbauan ini muncul dalam acara sosialisasi ”Kedudukan hukum adat terhadap hukum nasional,” Selasa (1/10/24), yang digelar di Balai Desa Sedayu, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri. Kegiatan ini, menghadirkan nara sumber dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri, dan dari Polsek Pracimantoro Polres Wonogiri.

Narasumber dari Kejari, terdiri atas Kasi Intel Endang Darsono dan Erlita. Juga nara sumber Kanit Binmas Polsek Pracimantoro Aiptu A Iwan Sumarsono. Acara ini, diikuti seluruh perangkat desa, para Kepala Dusun (Kadus), semua Ketua RW dan Ketua RT. Juga dari tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, berikut perwakilan perangkat desa dari Desa Tubokarto dan Desa Glinggang.

Kepada peserta, dipahamkan bahwa Indonesia telah mempunyai aturan hukum yang dibuat oleh badan atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum negara, mempunyai daya pengikat yang berbeda secara konstitusional, bersifat sama tetapi terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya.

Keberadaan hukum adat, secara resmi telah diakui oleh negara. Akan tetapi dengan penggunaan yang terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945, menyebutkan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Tapi sepanjang itu masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang diatur dalam Undang-Undang (UU).

Perzinahan

Dengan demikian, dalam konstitusi memberikan jaminan pengakuan dan penghormatan hukum adat, apabila memenuhi sejumlah syarat. Yakni syarat realitas, manakala hukum adat masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat. Syarat Idealitas, yaitu harus sesuai dengan prinsip NKRI, dan keberlakuannya diatur dalam UU.

Kepada peserta sosialisasi, utamanya para Perangkat Desa dan tokoh masyarakat, diimbau jangan memaksakan hukum adat yang sudah ada dalam hukum positifnya.

Salah satu peserta bertanya, bagaiamana menyikapi manakala ada kasus perzinahan yang dilakukan seorang pria beristri dengan janda yang dilaporkan ke polisi. Itu merupakan delik aduan. Apabila istri sah yang melaporkan, itu bisa diproses hukum.

Kanit Binmas, Aipda A Iwan Sumarsono, mengimbau, agar perangkat desa dan tokoh masyarakat tidak memaksakan kehendak dengan mengatas namakan hukum adat, kemudian menjatuhkan sanksi denda yang memberatkan.

Sanksi denda sudah dijatuhkan, masih disertai ancaman persekusi kepada keluarga pelaku yang tak tau apa-apa. Ini harus dihindari. Sebab, salah-salah, pemberlakuan sanksi denda dapat menjerumuskan diri dalam kasus pemerasan, yang itu menjadi ranah tindak pidana.(Bambang Pur)