Tim pembongkaran makam fiktif di Kali Cuthang Ngalian Wadaslintang Wonosobo sedang membersihkan batu nisan. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Setelah dua tahun berjalan, sebanyak 78 makam di Kali Cuthang yang berada di perbatasan Desa Ngalian, Kecamatan Wadaslintang akhirnya dibongkar.

Puluhan nisan yang berada di Kali Cuthang diklaim sebagai makam fiktif dan tidak dapat diakui sebagai penemuan yang sah secara ilmiah.

Salah satu Tim Pembongkar Makam Kali Cuthang, Arga Balarama mengatakan pembongkaran makam itu dilakukan untuk menghindari pembelokan sejarah.

Pasalnya, banyak orang meragukan makam tersebut sebagai makam ulama dan wali di Desa Ngalian itu. Sebelumnya maka Kali Cuthang banyak dikunjungi peziarah karena dipercaya jadi makam wali dan ulama.

“Dan untuk membuktikannya, kita terjunkan tim untuk melakukan serangkaian penelusuran dan interpretasi atas fakta-fakta yang ada,” paparnya.

“Namun kami tidak menemukan bukti konkret yang mendukung bahwa disitu pernah tinggal atau dijadikan sebagai makam ulama,” katanya, Selasa (10/9/2024).

Dia menjelaskan bahwa penemuan makam tersebut awalnya dibangun di tanah ilalang yang berstatus tanah gege, milik desa pada tahun 2022 lalu.

Penemuan puluhan makam ini hanya berdasarkan informasi dari beberapa tokoh masyarakat melalui pendekatan spiritual, tanpa didukung kajian ilmiah dan bukti kesejarahan yang ada di sekitar lokasi.

“Kami tidak menemukan bukti sejarah berupa artefak, catatan sejarah, atau dokumen kuno yang bisa mendukung klaim bahwa makam tersebut merupakan situs cagar budaya,” ungkapnya.

Tidak Sesuai

Lokasi makam fiktif di Kali Cuthang Ngalian Wadaslintang Wonosobo sudah bersih dari batu nisan. Foto : SB/Muharno Zarka

Dalam proses penelusuran, lanjut Arga, tim menemukan adanya ketidaksesuaian terkait jumlah makam dan nama-nama yang tercantum dalam makan fiktif tersebut.

Selain itu, ujarnya, tidak ada sumber silsilah yang jelas mengenai nama-nama yang didaftarkan. Waktu pemakaman tokoh-tokoh tersebut juga tidak diketahui secara pasti, kapan dimakamkan dan tokoh dari mana asalnya.

“Pemberian rekomendasi dari sejumlah tokoh hanya didasarkan pada informasi yang tidak lengkap. Bahkan, beberapa tokoh meminta agar nama mereka dicabut dari daftar pemberi rekomendasi,” ungkap Arga.

Menurutnya, penemuan makam secara spiritual hanya dapat dianggap sebagai kebenaran subjektif, bukan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apalagi tidak didukung data-data yang kuat.

Tim juga menegaskan bahwa persoalan hukum terkait makam ini bukan menjadi tanggung jawab mereka. Pembongkaran makan fiktif di Kali Cuthang telah dilakukan tim dan disaksikan jajaran Forkompimcam Wadaslintang dan pihak Desa Ngalian Wadaslintang.

“Dan setelah berkonsultasi dengan instansi terkait dan ahli sejarah, Tim Penelusuran menyimpulkan bahwa Makam Kali Cuthang tidak dapat diakui sebagai penemuan yang sah karena tidak didukung oleh kajian ilmiah,” ujarnya.

Untuk itu, pada Rabu (28/8) lalu, pihaknya bersama dengan Koramil Wadaslintang, Kesbangpol dan beberapa tokoh masyarakat mendatangi lokasi untuk dilakukan pembongkaran.

Sebanyak 78 batu nisan yang terpasang di lokasi tersebut dihancurkan agar masyarakat tidak kembali datang ke makam tersebut untuk berziarah.

Muharno Zarka