blank
Anak-anak perempuan dengan busana tradisional mengikuti upacara yang digelar untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia di Maiti Nepal, Kathmandu, Minggu (8/3). Maiti Nepal merupakan organisasi yang bertujuan melindungi perempuan dari eksploitasi dan pelecehan. Foto: reuter

KATHMANDU (SUARABARU.ID) – Remaja-remaja putri di berbagai daerah di Nepal masih mengalami paksaan tidur di luar rumah saat mereka sedang menstruasi. Pengusiran masih terjadi kendati sudah ada beberapa kasus kematian serta undang-undang yang melarang praktik kuno itu, kata kelompok peneliti, Selasa.

Menurut hasil penelitian, yang disiarkan setelah ada korban terbaru yang mati lemas, hampir delapan dari 10 remaja putri di Karnali mengalami pengusiran dari rumah ketika mereka sedang mengalami datang bulan. Karnali adalah provinsi di Nepal barat tempat praktik pengusiran kerap ditemukan.

Karena perempuan-perempuan remaja dan dewasa yang sedang mendapat haid dianggap najis, banyak dari mereka yang harus tidur di gubuk. Di tempat seperti itu, mereka rentan diperkosa, digigit ular atau kehilangan nyawa karena keracunan karbondioksida dari api, yang dinyalakan untuk menghangatkan tubuh.

“Para perempuan dewasa dan remaja yang berbicara dengan kami itu takut ular dan binatang-binatang yang muncul pada malam hari, atau takut diserang oleh orang-orang tidak dikenal,” kata Jennifer Thomson, yang mengerjakan penelitian tersebut.

Hasil penelitian dimuat di jurnal Sexual and Reproductive Health Matters. “Walaupun mereka belum mengalaminya secara langsung, tekanan psikologisnya sangat nyata,” tambah Jennifer, pengajar bidang politik perbandingan pada University of Bath di Inggris.

Praktik Hindu yang telah berumur berabad-abad itu dikenal sebagai chhaupadi dan sudah dilarang sejak 2005. Namun, berbagai hukuman termasuk denda dan hukuman penjara baru mulai diterapkan tahun lalu setelah satu remaja, satu ibu beserta putra-putranya kehilangan nyawa sehingga parlemen mengadakan penyelidikan.

Dalam menjalankan tugasnya, para peneliti mewawancarai 400 remaja putri berusia antara 14 tahun dan 19 tahun di Karnali, provinsi di Nepal barat. Penelitian menemukan gambaran bahwa chhaupadi masih diterapkan sebanyak 77 persen kasus walaupun sudah dilarang.

Hasil penelitian itu muncul kurang dari satu pekan setelah polisi Nepal menangkap pria saudara ipar seorang perempuan dewasa, yang mati lemas di sebuah gubuk. Penahanan terhadap pria tersebut merupakan yang pertama kalinya dilakukan di negeri Himalaya itu.

Para pegiat mengatakan upaya lebih kuat perlu dijalankan untuk meningkatkan kesadaran serta menumpas pemikiran bahwa perempuan dewasa dan remaja yang sedang haid adalah najis dan dapat membawa kesialan bagi masyarakat sekitar.

Di banyak kelompok masyarakat, para perempuan yang sedang mengalami menstruasi tidak diperbolehkan bertemu dengan anggota keluarga atau keluar rumah. Mereka juga diharuskan makan secara hemat serta dilarang menyentuh berbagai benda, termasuk susu, patung keagamaan dan hewan ternak.

Ada tanda-tanda bahwa kebiasaan itu sedang berubah. Pekan lalu, sebuah desa di Nepal barat mengumumkan akan memberi imbalan sebesar 5.000 rupee Nepal (sekitar Rp615 ribu) bagi setiap perempuan yang menolak dikurung di gubuk. Iming-iming imbalan itu merupakan upaya untuk mengakhiri praktik chhauppadi.

“Pendekatan menyeluruh menyangkut kesehatan dan pendidikan harus sampai pada setiap keluarga dan mendidik orang-orang bahwa haid adalah suatu proses biologis dan tidak membuat perempuan menjadi najis. Menstruasi harus dianggap sebagai hal yang bermartabat dan alami. Kalau tidak demikian, tidak akan ada perubahan ” kata pembela hak-hak perempuan, Radha Paudel pada Thomson Reuters Foundation.

Antara/Reuter-trs

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini